New York (ANTARA) - Harga minyak beragam pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena prospek persediaan yang ketat di seluruh dunia diimbangi oleh perkiraan peningkatan produksi dalam beberapa bulan mendatang serta kekhawatiran atas meningkatnya kasus virus corona di Eropa.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari menguat 38 sen atau 0,5 persen, menjadi 82,43 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember turun 12 sen atau 0,2 persen, menjadi 80,76 dolar AS per barel.
"Pasar minyak akan tetap ketat dalam jangka pendek, yang seharusnya mendukung harga," kata analis Commerzbank Carsten Fritsch.
Kepala Eksekutif Trafigura Group Jeremy Weir mengatakan ketatnya pasar minyak global disebabkan permintaan kembali ke tingkat sebelum pandemi.
Produksi minyak dari cekungan Permian Texas diperkirakan mencapai rekor 4,953 juta barel per hari (bph) pada Desember.
Stok minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat untuk minggu keempat berturut-turut, dengan analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan peningkatan sekitar 1,4 juta barel pekan lalu.
Yang pertama dari dua laporan pasokan mingguan, dari kelompok industri American Petroleum Institute (API), akan dirilis Selasa (16/11) malam.
Namun, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan reli pasar minyak dapat mereda karena harga yang tinggi dapat memberikan insentif yang kuat untuk meningkatkan produksi, terutama di Amerika Serikat.
IEA memperkirakan harga rata-rata Brent berada di sekitar 71,50 dolar AS per barel pada 2021 dan 79,40 dolar AS pada 2022, sementara Rosneft mengatakan mungkin mencapai 120 dolar AS pada paruh kedua 2022, menurut kantor berita TASS.
Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) Mohammad Barkindo memperkirakan surplus minyak pada awal Desember dan pasar akan tetap kelebihan pasokan tahun depan.
OPEC pekan lalu memangkas perkiraan permintaan minyak dunia untuk kuartal keempat sebesar 330.000 barel per hari dari perkiraan bulan lalu, karena harga energi yang tinggi menghambat pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19.
Kekhawatiran tentang kehancuran permintaan juga muncul ketika Eropa kembali menjadi pusat pandemi COVID-19, mendorong beberapa pemerintah untuk mempertimbangkan menerapkan kembali penguncian, sementara China sedang berjuang melawan penyebaran wabah terbesarnya yang disebabkan oleh varian Delta.
Pemerintahan Biden telah mempertimbangkan untuk memanfaatkan stok darurat AS untuk mendinginkan kenaikan harga minyak. Namun, penjabat kepala Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pelepasan minyak dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) AS kemungkinan hanya akan berdampak singkat pada pasar minyak.
"Pasar terlihat solid secara fundamental dengan pasar fisik yang kuat, tetapi dengan kurangnya short di pasar dan ketakutan SPR, pasar tidak bisa reli," kata Scott Shelton, spesialis energi di United ICAP.
Dolar menyentuh level tertinggi 16 bulan terhadap sekeranjang mata uang setelah data penjualan ritel AS yang kuat. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Regulator energi Jerman juga menangguhkan proses persetujuan untuk Nord Stream 2, pipa baru utama yang membawa gas alam Rusia ke Eropa, mendorong patokan harga kontrak bulan depan Belanda melonjak 15 persen, persentase kenaikan tertinggi dalam lebih dari sebulan.
Harga bahan bakar yang lebih tinggi meningkatkan permintaan minyak karena pembangkit listrik beralih ke pembakaran minyak mentah, daripada gas alam.
Baca juga: Harga minyak tergelincir tertekan kekhawatiran permintaan dan pasokan naik
Baca juga: Harga minyak beragam, investor pertanyakan pasokan, permintaan, dolar kuat
Baca juga: Harga minyak catat penurunan mingguan ketiga setelah pekan yang bergejolak
Harga minyak beragam di tengah ketatnya persediaan, kekhawatiran permintaan
Rabu, 17 November 2021 6:16 WIB