Bandung, 19/5 (ANTARA) - Merek coklat isi dodol dari Garut, "Chocodot", yang merupakan kreasi penganan berbahan baku coklat dengan isi dodol resmi mengantongi hak paten yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehakiman RI.
"Merek Chocodot dan Chocodol sudah turun hak paten-nya dari Kementerian Kehakiman RI, diharapkan perkembangan variasi penganan berbahan baku coklat dan dodol ini bisa lebih berkembang," kata pionir coklat isi dodol dari Garut atau Chocodot, Kiki Gumilar di sela-sela temu debitor Bank BJB di Bandung, Rabu.
Turunnya hak paten, kata Kiki, cukup strategis bagi produk yang dikembangkannya yang selama ini banyak dibajak oleh pengusaha lain di Garut.
Meski demikian, ia mengaku tidak akan memperkarakan pembajakan itu, sebaliknya ia mengaku pembajakan produk kreasinya itu sebagai bentuk bahwa rintisanya membuat penganan coklat isi dodol itu diminati pasar dan menghidupi orang banyak.
"Miris juga sih, Chocodot yang baru berkembang 1,5 tahun sudah dibajak saat proses hak paten mereknya masih di proses. Yah mau apa lagi," kata Kiki.
Tidak hanya sampai memproduksi Chocodot dan Chocodol saja, pria asli Garut itu juga hingga saat ini telah memproduksi 25 merek dan 125 jenis produk penganan dari bahan baku coklat yang 'dikawinkan' dengan produk makanan tradisional. Uniknya, Kiki membuat mereknya cukup unik dan terkesan asal sebut.
Contohnya penganan rangginang dicelup coklat menjadi merek Rangicok, coklat isi roti Chobread, coklat isi abon dan daging serta yang lainnya dengan nama-nama yang enteng. Kemudian coklat rasa bajigur, skoteng, bandrek serta lainnya minuman tradisional di Jabar.
"Kami fokus pada produksi coklat pariwisata, saat ini 85 persen masih dipasarkan di Garut, namun akan dikembangkan ke luar daerah dengan merek beda," kata Kiki.
Menurut Kiki, pengembangan penganan coklat yang dilakukannya difokuskan untuk mengangkat makanan tradisional ke pentas internasional. Promosi yang dilakukannya ke Timur Tengah dan Afrika yang dilakukannya mendapat sambutan dengan datangnya pesanan Chocodot dari sejumlah negara yang dikunjungi.
"Produksi tidak hanya dilakukan sendiri, tapi juga merangkul produk makanan tradisional yang dibuat masyarakat. Belum kemasannya yang juga menggunakan kemasan produk lokal buatan masyarakat Garut," kata Kiki menambahkan.