Jakarta (ANTARA) -
"Modus operandinya, terduga pelaku memiliki akses ke data kependudukan. Pelaku memiliki akses ke P-Care, lalu kemudian bekerja sama dengan rekannya untuk menjualnya kepada publik," kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat.
Fadil mengungkapkan, kasus penjualan sertifikat palsu vaksinasi ini terkuak setelah petugas menemukan akun media sosial facebook atas nama Tri Putra Heru yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksinasi tanpa suntik vaksin, tapi terintegrasi dengan aplikasi pedulilindungi.id.
Fadli menjelaskan. pada prosedur normal seseorang mendapatkan sertifikasi setelah divaksin, kemudian datanya diinput secara manual oleh petugas. Warga yang telah disuntuk vaksin dapat sertifikat setelah mengunduh aplikasi pedulilindungi.id.
"Petugas kelurahan itu, karena dia miliki akses dan mengetahui username dan password P-Care maka dia bisa menjual sertifikat vaksin tersebut," katanya.
Tidak hanya penjual dan pemalsu sertifikat tersebut yang ditangkap, Polisi juga menangkap dua orang pembeli sertifikat vaksin palsu tersebut.
Keduanya berperan membeli sertifikat tanpa divaksin melalui akun facebook tersebut dengan harga Rp350.000 dan Rp500.000.
Akibat perbuatan pembuatan dan penjualan sertifikat bodong vaksinasi COVID-19 tersebut, HH dan FH, dijerat dengan Pasal 30 dan 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yakni dengan sengaja tanpa hak melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, menghilangkan, menyembunyikan informasi elektronik dan/atau dokumen milik orang lain atau milik publik.
Baca juga: Kominfo tanggapi sertifikat vaksin Presiden Joko Widodo diduga bocor
Baca juga: Wali Kota Bogor lakukan scan barcode sertifikat vaksin saat kunjungi pusat perbelanjaan
Baca juga: Mal di Kota Bogor belum terapkan aturan sertifikat vaksin