Oleh Taufik Mulyawan
Sumedang, 30/9 (ANTARA) - Jika berkunjung ke Jatinangor, Kabupaten Sumedang, tepatnya di depan kampus IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) akan dijumpai sebuah tempat makan bernama "Waroeng Bebek Jenderal".
Satu porsi bebek goreng, penikmat kuliner hanya butuh mengeluarkan uang Rp14.000 sampai Rp19.000 per porsi.
Di Waroeng Bebek Jenderal ini, akan ditemukan bebek goreng yang empuk, dan tidak tercium amis.
Dengan proses pengolahan dan bumbu rempah-rempah khusus, menjadikan daging bebek mudah terkelupas, terpisah dari tulangnya.
Selain menu andalan bebek goreng, ada juga sup bebek Jatinangor yang diadopsi dari menu 'tom yam' sup khas Thailand.
Ditemui di warung bebek miliknya, Kamis, Ir. H. Jarwo (44) menjelaskan, di kawasan Jatinangor baru dia yang menjual bebek goreng siang hari.
Lelaki asal Solo tersebut, menuturkan, ia membuka bisnis kuliner spesial masakan bebek, karena olahan daging bebek bisa variatif dan menarik. Selain tentunya keberadaan perguruan tinggi Unpad, IPDN, Ikopin serta yang lainnya, merupakan target pasar yang menjanjikan.
"Seperti di IPDN, praja yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, tentu ini sebuah kesempatan untuk dijadikan target pasar kita," jelas dia.
Melirik usaha kuliner dengan bahan dasar bebek, menurut dia, karena saat ini bebek goreng atau bebek bakar sedang 'ngetren', tidak saja di kota-kota di Jawa Barat tetapi di kota lainnya, seperti Jakarta.
"Para penikmat kuliner, semenjak dulu ramai flu burung, banyak yang kemudian memilik daging bebek, karena menganggap lebih aman. Di Jakarta sendiri, setelah wabah flu burung, daging ayam kurang peminatnya, dan bisnis makanan bebek kemudian menjadi 'booming'," kata Jarwo.
Nama Waroeng Bebek Jenderal, menurut Jarwo, diambil karena kekaguman dia terhadap seorang jenderal yang pernah dikenalnya.
Moto yang digunakan dalam menjalankan bisnis, lanjut dia, adalah berkarya mengolah rasa demi kepuasan pelanggan.
"Untuk menghasilkan menu makanan yang betul-betul bermutu dan memuaskan konsumen, kita harus pandai melakukan inovasi. Jika konsumen sudah puas, pasti mereka akan ketagihan untuk kembali berkunjung," tegas alumni Universitas Diponegoro tersebut.
Jarwo juga mengatakan rumah makan yang dikelolanya sedang dipersiapkan untuk buka 24 jam setiap hari.
"bapak asuh"
Untuk memenuhi stok bebek yang masing jarang, Jarwo menggandeng peternak di Kabupaten Bandung.
"Kita lakukan kerja sama, saya yang menyediakan bibit dan pangan, mereka yang mengurus. Hasilnyua kita bagi hasil. Dengan langkah seperti ini, juga akan menghindari para petani dari para tengkulak," kata Jarwo.
Kehadiran 'bapak asuh' sangat dibutuhkan sekali, untuk meningkatkan pendapatan dan tarap hidup para peternak bebek.
Hal itulah yang mendorong Jarwo merintis usaha kuliner dan sebagai bapak asuh budi daya ternak bebek, setelah berhenti berkerja di sebuah perusahaan kontraktor ternama di Indonesia.
Ditemui di restoran bebek miliknya, di kawasan jalan Jatinangor, Kamis, Jarwo mengatakan, selama ini banyak petani bebek yang mengalami kesulitan selain faktor modal, yang juga menjadi kendala adalah masalah pemasaran.
Dikatakan dia, dengan pola bagi hasil yang sudah dilaksanakannya, ternyata mampu membantu para peternak bebek. Jarwo memberikan modal bibit dan pangan, kepada peternak yang hanya memiliki lahan dan keahlian.
"Saya sudah coba memilih seorang peternak bebek di daerah Babakan Sawah Sapan, Desa Tegal Luar, Kecamatan Bojong Soang, Kabupaten Bandung.
"Dia punya lahan untuk beternak, dan kemampuan untuk mengurusnya, kemudian saya beri bibit bebek dan pangannya," jelas dia.
Jarwo membeli bibit bebek yang disebut DOD (day of duck) atau bebek berusia satu sampai dua hari, dari daerah Majalaya.
"Seminggu sekali saya beli 2.000 ekor DOD, yang akan diurus oleh peternak. Bebek tersebut baru bisa dipanen setelah berusia 70 hari, dengan berat sekitar 1,5 kilogram," kata dia.
Dijelaskan Jarwo, saat ini petani bebek cenderung memilih pejantan daripada betina (petelur). Selain panen yang cepat dinikmati, juga harga bebek pejantan saat ini sama dengan petelur. Padahal sebelumnya, harga petelur, jauh di atas bebek jantan.
Dari penetas, Jarwo, membelinya DOD Rp 4.600 per ekornya. Sedangkan untuk bisa memanen bebek usia tujuh puluh hari, dibutuhkan biaya Rp 38 ribu per ekornya. Makin banyak bebek yang dipeliharaha, makin murah biaya proses pembesarannya.
Bebek adalah jenis unggas yang sangat tahan penyakit, selain itu menurut Jawo, lebih mudah pemeliharaannya, dan harga lebih mahal dibanding dengan unggas lainnya. Sementara permintaan bebek dari rumah makan atau restoran, dari hari ke hari semakin meningkat.
"Jakarta saja membutuhkan lebih dari 2.000 ekor bebek per harinya. Sementara stok bebek masih sangat kecil dibanding ayam. Ini adalah peluang bagi peternak untuk mengembangkan usahanya," kata Jarwo. *
(PSO-226/E001/B008)