Bogor (ANTARA) - Kementerian Pertanian menambah jumlah profesor riset menjadi 154 orang atau pada tingkat nasional menjadi 599 orang, setelah empat orang peneliti ahli utama di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dikukuhkan sebagai profesor riset.
Pengukuhan dilakukan oleh Majelis Pengukuhan Profesor Riset kepada empat orang peneliti ahli utama di Balitbangtan Kementerian Pertanian, di Auditorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) Kementerian Pertanian, di Bogor, Rabu.
Keempat peneliti ahli utama yang dikukuhkan sebagai profesor riset adalah:
1. Prof Dr Ir Handewi Purwati Saliem, MS, di Bidang Ekonomi Pertanian, menjadi profesor riset ke-151 tingkat Kementan dan ke-596 tingkat nasional.
2. Prof Dr Ir Bambang Heliyanto, MSc, di Bidang Pemuliaan dan Genetika Tanaman, menjadi profesor riset ke-152 tingkat Kementan dan ke-597 tingkat nasional.
3. Prof Dr Ir Satoto, MP, di Bidang Pemuliaan dan Genetika Tanaman, menjadi profesor riset ke-153 tingkat Kementan dan ke-598 tingkat nasional.
4. Prof Dr Ir Jacob Nulik, MSc, di Bidang Nutrisi dan Teknologi Pakan, menjadi profesor riset ke-154 tingkat Kementan dan ke-599 tingkat nasional.
Profesor riset di Balitbangtan Kementerian Pertanian, saat ini yang masih aktif sebagai PNS sebanyak 54 orang dari 154 profesor riset, serta dari 1.581 peneliti.
Sebelum dikukuhkan sebagai profesor riset, keempat peneliti ahli utama tersebut, menyampaikan orasi ilmiahnya.
Handewi Purwati, menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Redisain Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi Berbasis Dinamika Pola Konsumsi Masyarakat".
Dalam orasinya, Handewi menunjukkan adanya ketidakselarasan antara ketersediaan pangan yang cukup secara nasional dan belum tercapainya beberapa indikator ketahanan pangan dan gizi (KPG) sehingga penting melakukan redisain kebijakan KPG.
Handewi menyimpulkan, dengan melaksanakan redisain kebijakan KPG melalui penyediaan pangan berbasis dinamika pola konsumsi masyarakat, diyakini dapat mengakselerasi tercapainya pembangunan KPG secara berkelanjutan.
Bambang Heliyanto, dalam orasi ilmiahnya berjudul "Inovasi Varietas Unggul Tanaman Serat Mendukung Agroindustri Berbasis Serat Alam", menyampaikan bahwa keadaan dunia saat ini sudah sangat tercemar oleh limbah berbagai produk sintetik khususnya plastik dan gas karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu kontributor utama pemanasan global.
"Pemanfaatan tanaman serat untuk berbagai produk agroindustri berbasis serat alam dapat menjadi solusi terhadap isu kerusakan lingkungan serta ketergantungan Indonesia terhadap serat impor," katanya.
Satoto menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Inovasi Teknologi Pengembangan Varietas Unggul Padi Hibrida untuk Meningkatkan Produktivitas Padi dan Mendukung Swasembada Beras Berkelanjutan".
Menurut Satoto, produktivitas padi di Indonesia saat ini sudah sulit ditingkatkan hanya dengan mengandalkan varietas padi sawah inbrida yang ada.
Satoto menawarkan alternatif peningkatan produktivitas padi dan mendukung swasembada beras berkelanjutan dengan memanfaatkan gejala heterosis melalui pengembangan padi hibrida.
Kemudian, Jacob Nulik menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Inovasi Teknologi Hijauan Pakan Berbasis Legum di Lahan Kering Iklim Kering Mendukung Pengembangan Ternak Sapi Nasional".
Melalui orasi ilmiah tersebut, Jacob Nulik menyampaikan, bahwa kebutuhan daging nasional terus meningkat setiap tahun, tapi pasokan dari dalam negeri baru bisa memenuhi sekitar 60 persen dari kebutuhan.
Jacob Nulik merekomendasikan agar petani peternak berskala kecil dapat meningkatkan produktivitas ternak sapi melalui inovasi teknologi hijauan pakan ternak (HPT) berbasis legum yang berkualitas tinggi, sangat mungkin dilakukan oleh petani kecil dengan modal terbatas.
Baca juga: Kementan kini miliki 150 profesor riset
Baca juga: Mesin penyimpan produk Balitbangtan jadikan cabai tahan 30 hari
Baca juga: Kementan ajak IDI kerja sama riset aromaterapi dari Eucalyptus