Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Bambang Riyanto Trilaksono menyebut tiga hal penyebab terjadinya bias pada kecerdasan artifisial.
"Apa yang menjadi penyebab terjadinya bias pada kecerdasan artifisial? Menurut hemat saya ada tiga. Yang pertama adalah data training untuk membangun model kecerdasan artifisial," ujar Bambang dalam paparannya pada diskusi Dewan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi, Nasional (Wantiknas) secara virtual, Kamis.
"Yang kedua adalah algoritma kecerdasan artifisialnya sendiri, ketiga adalah manusia yang mengembangkan teknologi kecerdasan artifisial. Masing-masing bisa berkontribusi pada timbulnya bias dari produk kecerdasan artifisial," sambung dia.
Menurut Bambang, mengatasi bias pada kecerdasan artifisial bukanlah sesuatu yang sederhana. Perlu dilakukan penelusuran lebih mendalam terkait faktor penyebab terjadinya bias, apakah pada data training, algoritma, atau pengembang kecerdasan artifisial.
Dia mengatakan memahami data set, termasuk distribusi statistik apakah data tersebut seimbang atau tidak seimbang juga penting untuk dilakukan.
Selain itu, kata dia, penting pula memahami algoritma yang digunakan untuk membangun model kecerdasan artifisial serta memahami tujuan yang spesifik dari pembangunan aplikasi kecerdasan artifisial.
"Serta memahami praktik sosial kemasyarakatan dalam bidang yang dibuat kecerdasan artifisial. Lalu yang juga disarankan adalah memperoleh masukan dari human expert yang sebaiknya adalah eksternal dari tim yang melakukan pengembangan teknologi kecerdasan artifisial," kata Bambang.
Bias pada kecerdasan artifisial telah kerap kali terjadi. Salah satunya adalah ketika Amazon memanfaatkan kecerdasan artifisial untuk melakukan rekrutmen pegawai. Pada proses rekrutmen tersebut, timbul bias, di mana kecerdasan artifisial cenderung merekrut laki-laki ketimbang perempuan.
Baca juga: BPPT luncurkan Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial
Baca juga: Menteri Ristek: Kecerdasan artifisial jadi dasar inovasi Indonesia masa depan