Cianjur (ANTARA) - Pada zaman kolonial Belanda, tanam paksa kopi diterapkan pada masyarakat di Jawa Barat, termasuk di Cianjur, di mana pada zaman bupati kedua saat itu, kopi jenis robusta berhasil membuat Cianjur terkenal hingga ke mancanegara sebagai penghasil kopi berkualitas.
Melimpahnya kopi berkualitas di Cianjur, membuat pembangunan jalur transportasi, mulai dari pengaspalan jalan hingga pembangunan jalur kereta dari Batavia hingga Cianjur dan terhubung hingga Bandung, pertama kali dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk membawa hasil kopi Cianjur yang berjaya hingga 1910.
Kejayaan itu, membuat bupati dapat memperluas wilayah hingga ke residenan Bogor dan Karawang yang tidak dapat membayar pajak ke penjajah, sehingga wilayah tersebut dibeli pemerintahan Cianjur.
Sebagian besar wilayah Cianjur, ditanami kopi jenis robusta dan arabica yang dikembangkan Belanda dari bibit yang dibawa dari luar negeri. Bahkan pada kejayaan kopinya, Cianjur tercatat sebagai satu-satunya wilayah di Indonesia yang dapat memasok 3/4 kebutuhan kopi Eropa ketika itu.
Kejayaan tersebut kembali dicanangkan Pemkab Cianjur dengan ditunjang ratusan kelompok tani yang sudah kembali menghasilkan biji kopi berkualitas sejak tahun 2014, dimana Tosca Santoso, menjadi inisiator penanaman kopi di wilayah utara tepatnya di Kampung Sarongge.
Penanaman kopi itu dilakukan bersama masyarakat sekitar Desa Ciputri, Kecamatan Pacet dan dilanjutkan Ayi Kahfi di wilayah selatan tepatnya di Kecamatan Sukanagara dan empat kecamatan lainnya yang dikenal dengan kopi Gunung Sungging-Sukanagara.
Kedua nama tersebut melakukan pembinaan sekaligus mengajarkan konservasi tentang menjaga dan merawat hutan lindung yang menjadi lahan petani untuk bercocok tanam kopi dan tanaman buah sebagai pendukung.
Dengan demikian, alam tetap terjaga dan petani tetap mendapat penghasilan yang lebih dikenal dengan slogan Tiga O yaitu Leweung hejO, Reseup nu nenjO, Patani ngejO (Hutan hijau, Senang yang melihat dan Petani bisa menanak nasi), singkatnya hutan terjaga, kalau petani sekitarnya sejahtera.
"Tosca dan saya memiliki keinginan yang sama, saya banyak belajar dari beliau, termasuk dalam mengembangkan kopi yang tidak terpengaruh dengan pandemi. Sekitar 100 anggota kelompok, masih memiliki penghasilan selama pandemi, namun tidak sebesar sebelum pandemi," kata Ayi Kahfi sambil menyemai benih kopi yang akan diberikan untuk beberapa kelompok tani mandiri.
Ayah dari lima orang anak yang saat ini, menggarap 120 hektar lahan kopi yang merupakan lahan milik Perhutani dengan program pengelolaan bersama masyarakat, optimistis dapat mengembalikan kejayaan kopi Cianjur.
Menurut dia, sebagai komoditi unggulan tingkat nasional sejak dua tahun terakhir, hasil kopi Cianjur, mulai diburu penikmat dan pencinta kopi dari berbagai daerah hingga mancanegara.
Hampir sebagian besar kecamatan di Cianjur, menanam kopi dengan hasil rata-rata panen lebih dari 100 ton dalam bentuk chery atau biji. Kualitasnya diakui pasar nasional dan banyak ditampung pembeli besar karena saat ini bantuan pasar dari pemerintah belum terlihat untuk menyejahterakan petani kopi Cianjur.
"Hasil panen kopi Cianjur, lebih banyak dijual keluar daerah karena tidak ada pembeli besar atau bandar besar yang menampung hasil panen petani. Risikonya kopi Cianjur, banyak diklaim merek besar luar daerah, sehingga identitas Cianjurnya hilang," kata Ayi.
Pembeli luar
Tingginya peminat hingga pengusaha kopi nusantara untuk mendapatkan hasil panen kopi asal Cianjur, mulai dari cherry, green bean hingga bubuk kopi, diakui beberapa orang pelaku usaha yang menjadikan kopi sebagai komoditas unggulan yang sudah dikemas dalam berbagai bentuk.
Pemilik merek dagang Kopi Dulur Addi Setiadi yang membuka gerai di Perumahan BLK Residen Cianjur, mengakui sejak kembalinya Cianjur, sebagai produsen kopi berkualitas nasional, pengusaha kopi dari berbagai daerah mulai memburu dan menjadikan kopi hasil tanaman petani Cianjur.
Tidak adanya penampung atau pembeli berskala besar, membuat biji kopi asli Cianjur, banyak dijual petani keluar daerah yang sudah memiliki buyer besar, sehingga Kabupaten Cianjur sebagai penghasil kopi diabaikan petani yang membutuhkan uang dan membuat kopi itu distempel dengan nama pembeli luar.
"Produksi biji kopi sampai bubuk dari tingkat petani, sudah memadai untuk memenuhi pasar nasional, kalau untuk kebutuhan kedai di Cianjur lebih dari cukup. Bahkan sebelum pandemi, saya mendapat pasokan hingga satu ton dari petani di Gunung Putri-Cipanas," katanya.
Ini menandakan produksi kopi dari petani di berbagai wilayah di Cianjur, sudah kembali bangkit dan siap menyambut kejayaan yang selama ini telah ditorehkan leluhur mereka yang terpaksa menanam kopi.
Kemunculan kedai kopi yang menjamur, menandakan kejayaan kopi Cianjur dapat kembali dalam beberapa tahun kedepan, terlebih ratusan kelompok tani kopi sudah mahir mengolah biji kopi sesuai dengan kebutuhan pasar seperti arabica dan robusta dengan beragam cita rasa seperti aroma madu, caramel, wine dan natural.
Meski hanya memenuhi kebiasaan minum kopi anak muda dan orang tua sebagai trend dengan kebutuhan per kedai tidak lebih dari 10 kilogram, berbagai kedai kopi yang muncul tersebut cukup mendongkrak nama kopi yang mulai terkenal di kalangan wisatawan yang berlibur ke Cianjur.
Untuk itu, petani hingga pengusaha kopi di Cianjur, berharap pemerintah daerah dapat mendongkrak pasar untuk produksi kopi yang sudah dapat memenuhi pasar nasional sebagai upaya mengembalikan kejayaan kopi Cianjur.
"Pasar atau buyer besar ada di Cianjur, tentunya akan mengembalikan nama Cianjur sebagai kabupaten penghasil kopi berkualitas," kata Addi.
Festival Kopi Bulanan
Menurut rencana, pendopo Cianjur akan dijadikan sebagai tempat bagi pelaku usaha dan petani kopi dengan satu nama KOPI CIANJUR, sebagai nama semua kopi hasil produksi petani, meski dalam merek tersebut terdapat berbagai kopi hasil petani dari berbagai kecamatan.
Target Pemkab Cianjur, usai berakhirnya pandemi COVID-19, akan menggelar festival kopi bulanan sebagai upaya menyediakan pasar dan pembeli berskala besar, sehingga impian petani Cianjur untuk mendapatkan pasar terbuka luas dan langsung tanpa melalui tangan kedua.
Bupati Cianjur, Herman Suherman memastikan pengembangan berbagai jenis kopi di Cianjur, terus ditingkatkan baik yang mendapat pembinaan dari dinas terkait atau kelompok tani mandiri yang dapat mendongkrak produksi kopi di berbagai kecamatan mulai dari utara hingga selatan.
Pihaknya akan mendorong petani atau kelompok tani kopi untuk mengembangkan tanaman kopi mulai dari biji hingga pengemasan dengan menyediakan pasar tetap, sehingga kopi Cianjur dapat kembali dikenal hingga mancanegara serta mengupayakan penambahan lahan yang dapat digarap bersama.
"Sejak ratusan tahun lalu, kualitas kopi Cianjur sudah diakui hingga luar negeri, bahkan kita pernah menjadi wilayah yang mengirim kopi hingga ke Eropa. Kejayaan itu, harus dikembalikan, dimana saat ini di beberapa kecamatan di utara dan selatan terus mengembangkan kawasan penanaman kopi," katanya.
Saat ini, kecamatan yang sudah mengembangkan kopi dengan hasil produksi mencapai ratusan ton setiap tahunnya di Kecamatan Pacet yang terkenal dengan Kopi Sarongge, Kecamatan Sukanagara dengan Kopi Gunung Sungging, Kecamatan Sukaresmi, Campaka, Gekbrong dan Kadupandak dengan kopi jeruknya.
Baca juga: Spektrum- Mewaspadai bencana longsor yang mengintai Jawa Barat
Baca juga: Spektrum - Menyulap tempat seram menjadi Taman Bahagia Indonesia