Soreang, 28/1 (ANTARA) - Pengusaha tekstil di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kini semakin banyak yang mulai menghentikan aktivitas produksinya, karena hasil produk semakin banyak yang tidak laku di pasaran, sekali pun di pasaran lokal.
Seorang pengusaha tekstil di kawasan industri Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Hirman Wargadinata menyatakan, kondisi tersebut semakin terasa menjelang pemberlakuan "China-ASEAN Free Trade Area" (ACFTA) di Indonesia.
"Baru mendengarnya saja, kata ACFTA ini sudah begitu menakutkan, sehingga para pengusaha tekstil merasa tidak berdaya. Apalagi kalau sudah mulai diberlakukan, bagaimana pertekstilan di kita ini nanti?" kata Hirman, di Soreang, Kamis.
Menurut Hirman Wargadinata, pemberlakuan ACFTA di Indonesia bagi pengusaha tekstil di Kabupaten Bandung, hingga saat ini masih merupakan ancaman yang sangat menakutkan untuk keberlangsungan produksinya.
"Bagaimana tidak, mulai dari krisis multi dimensi pada pertengahan tahun 90-an, sudah banyak pengusaha tekstil di Kabupaten Bandung yang berguguran dan bangkrut. Sekarang ACFTA akan diberlakukan, pasti akan bertambah lagi yang bangkrutnya," kata Hirman.
Ia menyatakan, pengusaha tekstil di Kabupaten Bandung, khususnya di kawasan industri Kecamatan Majalaya, sekarang sudah tidak ada lagi yang berani menyimpan kain hasil produksinya.
Bahkan, lanjutnya, banyak pengusaha dari kawan industri ini yang menarik kembali barangnya, karena produk tekstil yang mereka hasilkan tidak laku di pasaran, sekali pun di pasaran lokal.
"Kalau tidak salah dari 8.000 perusahaan, seribu diantaranya, bahkan kini sudah tidak dapat melakukan kegiatan apa pun di pabriknya, mereka ada yang bangkrut," kata Hirman.
Saat ini, sebagian besar pengusaha tekstil di Kabupaten Bandung hanya akan menjalankan mesin pabrik untuk memproduksi kain, bila ada pesanan saja.
"Bila tidak ada pesanan, kegiatan di pabrik pun berhenti," katanya.
Ia mengatakan, tidak lakunya produksi tekstil lokal di pasaran dalam negeri, karena kalah bersaing dengan produk tekstil China yang harganya murah dan kualitasnya bersaing.
Melihat kondisi seperti itu, ia menyatakan pesimis pengusaha tekstil nasional dapat menerima pemberlakuan pasar bebas Asean (ACFTA) yang direncanakan mulai Maret 2010 tersebut.
Ayi K
(U.PK-ASJ/C/Z003/Z003) 28-01-2010 13:07:20