Jakarta (ANTARA) - Media sosial Twitter dan Facebook bereaksi terhadap unggahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump karena menyebarkan misinformasi yang dianggap melanggar aturan platform tersebut.
Dikutip dari Reuters, Presiden Trump pada Senin membagikan informasi di media sosial bahwa masyarakat tidak usah takut terhadap COVID-19, setelah tiga hari di rawat di rumah sakit militer di luar Washington karena terinfeksi virus corona.
Trump disebut menyamakan COVID-19 dengan sakit flu.
Facebook, menurunkan unggahan tersebut, namun, sebelum dihapus, sempat dibagikan sebanyak 26.000 kali oleh warganet.
"Kami menghapus informasi tidak benar mengenai keparahan COVID-19," kata juru bicara Facebook kepada Reuters.
Twitter mematikan fitur retweet ke unggahan Trump dan melabeli cuitan tersebut karena "menyebarkan informasi menyesatkan dan berbahaya berkaitan dengan COVID-19". Cuitan tersebut masih bisa diakses.
Twitter mengatakan mereka berusaha merespons lebih cepat dan terbuka terhadap cuitan misinformasi.
Juru bicara kampanye Trump, Courtney Parella menyatakan media sosial punya agenda sendiri dengan menyensor unggahan sang presiden.
"Silicon Valley dan media arus utama secara konsisten menggunakan platform mereka untuk menakut-nakuti dan menyensor Presiden Trump, demi kepentingan agenda mereka sendiri. Bahkan sekarang, ketika waktu-waktu kritis melawan virus corona," kata Parella.
Reuters mengutip data Centers for Disease Control an Prevention, flu menewaskan 22.000 orang di AS pada musim flu 2019-2020.
Sejak kasus COVID-19 di AS awal tahu ini, lebih dari 210.000 nyawa di negara tersebut dinyatakan tewas akibat COVID-19, angka tersebut merupakan angka kematian tertinggi di dunia akibat virus tersebut.
Baca juga: Facebook hapus unggahan Presiden Trump soal virus corona
Baca juga: Alasan Facebook dan Twitter tarik unggahan Presiden Trump
Baca juga: Twitter nonaktifkan cuitan video Donald Trump terkait keluhan hak cipta