Jakarta (ANTARA) - Mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI sekaligus seorang psikiater Dr dr Nova Riyanti Yusuf SpKJ mendapatkan rekor MURI sebagai Pembicara Tentang Kesehatan Jiwa Terbanyak secara Daring Dalam Tiga Bulan.
Nova yang merupakan Sekretaris Jenderal Asian Federation of Psychiatric Association menuturkan di masa pandemi COVID-19, tidak hanya kesehatan fisik menjadi perhatian tetapi kesehatan jiwa juga sangat berperan penting.
"Ada sebuah kebangkitan kesadaran tentang kesehatan jiwa yang sangat luar biasa akibat pandemi COVID-19 ini. Mereka yang bermasalah kejiwaan dan berisiko mengalami gangguan jiwa karena pandemi, harus dicegah jangan sampai benar-benar mengalami gangguan jiwa,” ujar Nova yang merupakan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Jumat.
Tema-tema tentang fenomena masalah kejiwaan akibat pandemi COVID-19 dan bagaimana menjaga kesehatan jiwa selama lockdown sehingga harus WorkFH/StudyFH/PrayFH adalah yang paling banyak diminta.
Nova terus mengedukasi masyarakat melalui presentasi, edukasi dalam jaringan (online) baik melalui saluran media sosial Podcast, Youtube, Instagram, Facebook hingga pembicara di seminar virtual.
Perhitungan rekor MURI dilakukan sejak April-Juni 2020. Ada 32 topik diskusi dan diseleksi degan ketat karena harus ada e-flyer, output medsos, link medsos untuk konfirmasi.
Sampai dengan Juli terdapat 45 topik diskusi dan 15 Podcast True Noriyu True You yang mengamplifikasi sebagian dari kegiatan 'public speaking' tersebut. Dia ditargetkan menjadi pembicara kesehatan mental untuk 12.000 mahasiswa baru Universitas Indonesia, 40 ribu mahasiswa lama dan alumni sebanyak 400 ribu.
Saat aktif di parlemen, Nova Riyanti Yusuf duduk sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dan Ketua Panja RUU Kesehatan Jiwa 2012-2014.
Perempuan kelahiran 27 November 1977 itu juga menulis buku yang diambil dari tesisnya berjudul "Jelajah Jiwa Hapus Stigma: Autopsi Psikogis Bunuh Diri Dua Pelukis". Buku itu adalah buku ke-12 yang diterbitkan.
Baca juga: Psikiater: Konten media sosial pemicu depresi terbesar remaja