Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku tak kaget buronan kasus Cessie Bank Bali, Djoko Tjandra akhirnya ditangkap oleh Kepolisian RI di Malaysia.
"Saya tidak kaget karena operasi ini dirancang sejak tanggal 20 Juli. Jadi 20 Juli lalu, saya mau mengadakan rapat lintas kementerian dan aparat penegak hukum untuk buat rencana operasi penangkapan," kata Mahfud dalam press update yang diberikan oleh Humas Kemenko Polhukam, di Jakarta, Jumat dini hari.
Tetapi sebelum rapat berlangsung, lanjut dia, Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo datang ke kantornya menyatakan kepolisian sudah menyiapkan sebuah operasi penangkapan.
Pada waktu itu, kata Mahfud, Indonesia Police Watch (IPW) dan banyak pihak mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghubungi Pemerintah Malaysia untuk menyerahkan Djoko Tjandra.
"Tetapi waktu itu, Pak Listyo meyakinkan kami tidak usah G to G. Namun, cukup police to police. Kabareskrim pun berangkat pada malam itu," kata Mahfud.
Baca juga: Kabareskrim: Penangkapan Djoko Tjandra instruksi langsung Presiden kepada Kapolri
Skenario itu, ujar Mahfud lagi, hanya diketahui dua orang lain selain dirinya, yaitu Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Presiden Jokowi.
Proses selanjutnya, Mahfud menyerahkannya ke Mahkamah Agung, sehingga dirinya, termasuk Presiden Jokowi, polisi, serta jaksa tidak bisa ikut campur dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
"Ini sudah ranah MA. Polisi, jaksa tak bisa ikut campur. Pengawasan masyarakat, pelototan masyarakat sekarang sangat efektif untuk awasi dunia peradilan," kata Mahfud.
Kendati demikian, Mahfud bersyukur Djoko Tjandra berhasil ditangkap.
Djoko Tjandra kini akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Mabes Polri. Keberhasilan penangkapannya berkat kerja sama police to police bersama Polis Diraja Malaysia.
Baca juga: Kabareskrim janji transparan dan objektif tuntaskan kasus Djoko Tjandra
Cerita Menko Polhukam sebelum operasi penangkapan Djoko Tjandra
Jumat, 31 Juli 2020 7:45 WIB