Jakarta (ANTARA) - Seluruh perwakilan RI di Amerika Serikat bertekad memastikan upaya perlindungan bagi pelajar atau mahasiswa Indonesia, menyusul aturan yang diberlakukan Pemerintah AS agar mahasiswa asing yang mengikuti pembelajaran secara daring meninggalkan negara itu.
Aturan yang diterbitkan oleh Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) AS pada 6 Juli 2020 itu mengharuskan mahasiswa asing mengikuti pembelajaran secara tatap muka atau secara campuran/hibrid (tatap muka dan daring).
Guna merespons aturan tersebut, enam perwakilan RI di AS telah melakukan koordinasi dengan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (PERMIAS) untuk bertukar pandangan mengenai upaya-upaya perlindungan yang bisa dilakukan.
“Perwakilan kita juga sudah melakukan koordinasi dengan pihak kampus untuk meminta tanggapan dari pihak kampus mengenai kebijakan AS, termasuk kemungkinan apakah dapat menyelenggarakan kelas tatap muka atau yang sifatnya hibrid,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam konferensi pers daring dari Jakarta, Jumat.
Perwakilan RI telah menyampaikan imbauan kepada pelajar dan mahasiswa Indonesia di AS untuk tetap tenang dan segera menghubungi KBRI/KJRI terdekat jika menemui permasalahan terkait masalah itu.
Aturan tersebut dikeluarkan saat kasus COVID-19 di AS terus bertambah, dengan belakangan ini kasus harian mencapai puluhan ribu.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa pelajar atau mahasiswa asing pemegang visa F-1 dan M-1. yang berstatus aktif dan saat ini tinggal di AS serta hanya mengikuti kelas daring, diminta untuk meninggalkan AS atau pindah/transfer ke sekolah atau kampus lain yang memiliki program pembelajaran dalam kelas.
Pemerintah AS telah menyatakan tidak akan menerbitkan visa dan tidak akan memberikan izin masuk ke AS bagi pelajar atau mahasiswa yang hanya mengikuti kelas daring pada semester musim gugur 2020.
Namun, ICE memberikan pengecualian bagi pelajar asing yang mengambil program pembelajaran di dalam kelas atau program hibrid dengan persyaratan tertentu.
Aturan itu telah digugat oleh sejumlah kampus di AS, di antaranya Harvard University dan Massachussetts Institute of Technology (MIT).
Kedua kampus bergengsi itu mengajukan gugatan hukum dan menuntut pengadilan untuk membatalkan kebijakan pemulangan paksa pelajar asing, di tengah pandemi, yang dianggap tidak tepat dan ceroboh.
“Kami mencatat bahwa berbagai kampus sudah mengajukan tuntutan kepada pemerintah federal agar segera mencabut kebijakan tersebut. Kampus-kampus juga berupaya menyesuaikan diri dengan menyediakan kelas tatap muka maupun kelas yang sifatnya hibrid,” kata Judha.\