Jakarta (ANTARA) - Bagi Bambang Soesatyo, jabatan ketua MPR yang dia peroleh tidak melalui dengan pertarungan politik yang sengit hingga membuat pihak-pihak lain baper (bawa perasaan alias terlalu sensitif) namun dari hasil kesepakatan dan musyawarah mufakat seluruh fraksi dan kelompok DPD.
Dia terpilih secara musyawarah mufakat sebagai ketua MPR periode 2019-2024 setelah seluruh fraksi dan kelompok DPD aklamasi menyetujui dalam Rapat Paripurna MPR pada Kamis malam (3/10).
Menurut Bamsoet (dia sering disapa begitu), proses pemilihan ketua MPR 2019-2024, fraksi-fraksi dan kelompok DPD telah sepakat secara musyawarah mufakat bahwa kursi itu "diberikan" kepada Partai Golkar sehingga tidak ada namanya pertarungan di dalamnya karena keputusan diambil dengan musyawarah.
Dalam wawancara ekslusif Kantor Berita ANTARA dengan dia, mantan ketua BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menceritakan, dia tidak pernah berpikir untuk menjadi ketua MPR karena yang selalu menjadi prinsipnya adalah menjalankan takdir secara wajar dan normal.
MPR selepas reformasi dan kini bukan lagi merupakan lembaga tertinggi di mana presiden adalah mandataris MPR yang wajib bertanggung jawab pada dia dalam prosesi ketatanegaraan tiap lima tahun sekali.
Nasib seorang memang tidak ada yang tahu, buktinya Bamsoet pernah gagal empat kali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan baru pada Pemilu 2009-2014, pria kelahiran 10 September 1962 itu lolos ke Senayan.
Ia pun menyadari bahwa tugas menjadi ketua MPR tidak mudah, sehingga dirinya selalu berpandangan menikmati amanah tersebut dengan mengerjakan apa yang menjadi tugasnya secara natural, tanpa perlu merasa tertekan ataupun terbebani.
Ia mengaku tidak terbebani dengan target-target namun berusaha melakukan yang terbaik apa yang menjadi tugas konstitusional ketua MPR, di antaranya menjaga konstitusi; melantik presiden dan wakil presiden dalam sidang paripurna MPR berdasarkan hasil pemilihan umum.
Juga bertugas memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR, melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
"Namun saya harap tidak ada (impeachment alias pemakzulan) karena ujungnya hanya menyengsarakan rakyat kalau pemerintahan diturunkan di tengah jalan," kata lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia yang kampusnya terletak di Jalan Kayu Jati Raya serta Jalan Pratekan, Jakarta Timur, itu.
Tugas lain tidak boleh dilupakannya sebagai ketua MPR adalah menyosialisasikan dan membumikan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia kepada generasi muda.
Dalam hubungan kelembagaan khususnya sistem triaspolitika, dia berpandangan adanya hubungan kemitraan antara legislatif dengan eksekutif sehingga bukan hanya sekedar pengawasan dan koordinasi saja.
Semangat tersebut yang ingin diciptakannya dalam kepemimpinannya lima tahun ke depan karena hubungan kemitraan merupakan konsep yang pas dalam konteks trias politika yang sudah berjalan di Indonesia.
"Tiga ranah pembagian kekuasaan ini sudah baik (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), dan hubungan antara legislatif-eksekutif yang paling baik adalah kemitraan harmonis," ujarnya.
Ia menyadari tugas konsititusionalnya yang besar tersebut harus disikapi dengan bijak sehingga dia telah membiasakan diri membagi waktu bahwa urusan pekerjaan hanya ada di kantor, dan urusan pribadi ada di rumah.
Karena itu ketika dia berada di rumah, tidak boleh ada beban pekerjaan yang dibawa dan ketika berada di kantor, urusan pribadi dan rumah tangga harus disingkirkan.
Amandemen UUD 1945
Setelah menjadi ketua MPR, laki-laki yang sebelumnya ketua DPR langsung dihadapkan pada wacana amandemen UUD 1945 yang berkembang di masyarakat dan kalangan partai politik, apakah dilakukan secara terbatas atau menyeluruh.
Menurut dia, amandemen konstitusi itu merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019, salah satunya perlu ada Garis-garis Besar Haluan Negara dan amandemen UUD 1945 sehingga MPR dibawah kepemimpinannya harus melaksanakan rekomendasi itu.
Ada tujuh rekomendasi MPR periode 2014-2019 kepada pimpinan MPR 2019-2024, yaitu pokok-pokok haluan negara; penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD; penataan sistem presidensial, penataan kekuasaan kehakiman; penataan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara; pelaksanaan pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, serta ketetapan MPR.
Politisi Partai Golkar ini menyadari ada perbedaan pendapat di masyarakat terkait amandemen tersebut, ada yang setuju, ada yang menilai tidak sejalan dengan semangat para pendiri bangsa Indonesia, dan ada yang mengatakan perlu dihadirkan GBHN agar pembangunan ekonomi Indonesia lebih terarah.
Terkait beragam pendapat tersebut, menurut dia, MPR akan terus menyerap aspirasi masyarakat luas dan berprinsip bahwa berbagai pandangan tersebut tidak boleh dipadamkan.
Ia tidak mau terlalu jauh menyimpulkan beragam aspirasi masyarakat itu, karena saat ini baru membuka wacana, dan untuk mengubah UUD 1945 ada aturannya yang diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 dan itu tidak mudah untuk dipenuhi.
Dalam Pasal 37 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa usul perubahan UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Saat ini jumlah anggota MPR adalah 711 orang, sehingga 1/3 dari 711 orang adalah 237 orang yang harus mengusulkan amandemen UUD.
Dalam Pasal 37 ayat 2 UUD 1945 disebutkan setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Setelah pengusul memenuhi kuorum, maka dibawa ke Sidang MPR untuk disetujui.
Selanjutnya Pasal 37 ayat 3 UUD 1945 disebutkan untuk mengubah pasal-pasal UUD, Sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR atau sebanyak 474 orang.
Setelah semua materi dibahas dan disetujui Sidang MPR, proses terakhir adalah pengesahan amendemen UUD 1945 di Sidang MPR. Persetujuan itu minimal dihadiri 50 persen plus 1 dari jumlah anggota MPR yaitu 357 anggota, syarat tersebut diatur tegas dalam Pasal 37 ayat 4 UUD 1945.
Ia menilai proses mewujudkan amandemen UUD 1945 itu masih panjang, karena hingga saat ini belum ada anggota MPR yang mengusulkannya sehingga masyarakat tidak perlu curiga macam-macam terkait wacana tersebut.
Ia menyadari wacana amandemen itu menimbulkan polemik, misalnya dianggap "modus" untuk mengendalikan kekuasaan presiden melalui MPR.
Pendapat sejenis itu menurut dia boleh saja, namun pada kenyataannya hingga saat ini saja belum ada yang mengusulkan amandemen, karena baru sebatas wacana, kecuali kalau sudah ada pengusul maka akan dibicarakan arah konkret kedepan.
Ia ingin memastikan dahulu institusinya menyerap aspirasi dan isu yang berkembang di masyarakat terkait amandemen tersebut secara mendalam dan komprehensif karena MPR tidak mau mengambil keputusan yang tergesa-gesa ataupun gegabah terkait konstitusi negara.
Hal itu disebabkan semua keputusan MPR pasti akan berdampak luar biasa pada bangsa dan negara karena yang dibicarakan adalah konstitusi yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jadi Jurnalis
Di akhir wawancara khusus dengan Kantor Berita ANTARA, ketua Pemuda Pancasila itu diajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab dengan cepat, terkait kesehariannya, hobi dan pejalanan karir politiknya selama ini.
Pertanyaan pertama diajukan dua pilihan, apakah memilih mobil merek Rolls Royce atau Tesla, dia lebih memiliki Tesla, satu jenama (merek) mobil yang terkenal dengan kemajuan teknologi mobil listriknya. Ternyata Bamsoet memiliki beberapa jenis mobil Tesla, yang merupakan merek keluaran Amerika Serikat, seperti Tesla Model S dan Tesla Model X.
Pertanyaan kedua, dia harus memilih, apakah lebih menyukai mobil klasik atau listrik, dan tentu saja jawabannya mobil listrik.
Untuk pertanyaan ketiga, dia diharuskan menentukan pilihan apakah memilih menjadi seorang jurnalis atau pebisnis, dan jawabannya adalah jurnalis.
Sebelum terjun ke dunia politik dan bisnis, dia sempat menapaki karir sebagai jurnalis di beberapa media, di antaranya harian umum Prioritas, majalah Vista, majalah Info Bisnis, dan puncak karirnya sebagai jurnalis adalah menjadi pemimpin redaksi Suara Karya pada 2004.
Di pertanyaan selanjutnya, dia diminta memilih antara HIPMI atau Kosgoro, dan dia memilih HIPMI, di organisasi itu dia pernah menduduki posisi sebagai wakil ketua Departemen Penerbitan dan Grafika HIPMI Jaya (1992-1995), ketua Departemen Hubungan Antar-anggota BPP HIPMI (1995-1998), dan ketua BPP HIPMI (2001-2005).
Pada pertanyaan kelima, dia diharuskan memilih apakah pertarungan politik atau persaingan bisnis. Ia memilih pertarungan politik.
Sepak terjang dia di dunia politik semakin terlihat sejak masuk ke DPR pada 2009, lalu karirnya semakin menanjak seperti dipercaya menjadi ketua Komisi III DPR, sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, lalu menjadi ketua DPR, dan saat ini telah menjadi ketua MPR.
Di pertanyaan keenam, dia diminta memilih apakah punya harta yang berlimpah atau kesehatan yang baik, dan hasilnya menginginkan kesehatan. Menurut dia untuk apa harta yang berlimpah namun kondisi kesehatan menurun.
Baca juga: Ketua MPR sebut menteri adaptasi pola kerja Presiden Jokowi
Baca juga: Ketua MPR berpantun apresiasi Prabowo dan Sandiaga yang lapang dada
Bambang Soesatyo, mantan jurnalis yang pilih jadi petarung politik
Minggu, 3 November 2019 12:16 WIB