Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.928 kejadian bencana alam sepanjang 1 Januari hingga 30 Agustus 2020 dan bencana yang terjadi dalam kurun itu kebanyakan bencana hidrometeorologi.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana BNPB Raditya Djati dalam konferensi pers secara virtual bersama lembaga pemerintahan lainnya dari Jakarta, Senin, memerinci selama masa itu terjadi 12 bencana gempa bumi, lima erupsi gunung api, 726 banjir, 367 tanah longsor, 521 puting beliung, 24 gelombang pasang dan abrasi, serta bencana non-alam berupa pandemi COVID-19.
Bencana alam yang terjadi selama periode tersebut, menurut dia, telah menyebabkan 266 orang meninggal, 24 orang hilang, 3.843.095 orang menderita dan mengungsi, serta 421 orang terluka.
Kejadian-kejadian bencana alam tersebut, menurut dia, juga mengakibatkan kerusakan 29.916 rumah, 555 fasilitas pendidikan, 637 tempat peribadatan, 125 fasilitas kesehatan, 126 kantor, dan 330 jembatan.
Sedangkan bencana non-alam akibat pandemi COVID-19, menurut BNPB, telah menyebabkan 172.053 orang terserang virus SARS-CoV-2 dan 7.343 di antaranya meninggal dunia hingga 30 Agustus 2020.
Berdasarkan persebarannya, Raditya mengatakan, ada lima provinsi yang paling banyak menghadapi bencana alam yakni Jawa Tengah dengan 353 kejadian bencana, Jawa Barat dengan 335 kejadian bencana, Jawa Timur dengan 262 kejadian bencana, Aceh dengan 211 kejadian bencana, dan Sulawesi Selatan dengan 101 kejadian bencana.
Ia menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan kejadian bencana tahun 2019, tahun ini terjadi penurunan hingga 27 persen untuk kejadian bencana, 43 persen untuk korban meninggal dan hilang, 74 persen untuk korban luka, 25 persen untuk korban yang menderita dan luka-luka, serta 22 persen untuk jumlah rumah yang rusak.
"Artinya apa di sini? Artinya bahwa kemampuan, kapasitas, atau termasuk kooptasi terhadap kejadian bencana itu sendiri dan kemampuan masyarakat sudah mulai meningkat. Dan mungkin juga adanya dukungan dari infrastruktur, tata ruang, termasuk bagaimana lingkungan lebih baik," kata Raditya.
"Artinya, sekali lagi fenomena alam memang terjadi, kejadian seismisitas cukup tinggi, namun yang memberikan dampak mungkin tidak sebanyak yang pernah dialami tahun lalu," ia menambahkan.
Baca juga: BNPB catat 1.706 peristiwa bencana alam sepanjang 2020
Baca juga: BPBD Kota Bogor tangani bencana angin kencang
Baca juga: BPBD: Tetap waspadai banjir susulan di Haurwangi dan Ciranjang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana BNPB Raditya Djati dalam konferensi pers secara virtual bersama lembaga pemerintahan lainnya dari Jakarta, Senin, memerinci selama masa itu terjadi 12 bencana gempa bumi, lima erupsi gunung api, 726 banjir, 367 tanah longsor, 521 puting beliung, 24 gelombang pasang dan abrasi, serta bencana non-alam berupa pandemi COVID-19.
Bencana alam yang terjadi selama periode tersebut, menurut dia, telah menyebabkan 266 orang meninggal, 24 orang hilang, 3.843.095 orang menderita dan mengungsi, serta 421 orang terluka.
Kejadian-kejadian bencana alam tersebut, menurut dia, juga mengakibatkan kerusakan 29.916 rumah, 555 fasilitas pendidikan, 637 tempat peribadatan, 125 fasilitas kesehatan, 126 kantor, dan 330 jembatan.
Sedangkan bencana non-alam akibat pandemi COVID-19, menurut BNPB, telah menyebabkan 172.053 orang terserang virus SARS-CoV-2 dan 7.343 di antaranya meninggal dunia hingga 30 Agustus 2020.
Berdasarkan persebarannya, Raditya mengatakan, ada lima provinsi yang paling banyak menghadapi bencana alam yakni Jawa Tengah dengan 353 kejadian bencana, Jawa Barat dengan 335 kejadian bencana, Jawa Timur dengan 262 kejadian bencana, Aceh dengan 211 kejadian bencana, dan Sulawesi Selatan dengan 101 kejadian bencana.
Ia menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan kejadian bencana tahun 2019, tahun ini terjadi penurunan hingga 27 persen untuk kejadian bencana, 43 persen untuk korban meninggal dan hilang, 74 persen untuk korban luka, 25 persen untuk korban yang menderita dan luka-luka, serta 22 persen untuk jumlah rumah yang rusak.
"Artinya apa di sini? Artinya bahwa kemampuan, kapasitas, atau termasuk kooptasi terhadap kejadian bencana itu sendiri dan kemampuan masyarakat sudah mulai meningkat. Dan mungkin juga adanya dukungan dari infrastruktur, tata ruang, termasuk bagaimana lingkungan lebih baik," kata Raditya.
"Artinya, sekali lagi fenomena alam memang terjadi, kejadian seismisitas cukup tinggi, namun yang memberikan dampak mungkin tidak sebanyak yang pernah dialami tahun lalu," ia menambahkan.
Baca juga: BNPB catat 1.706 peristiwa bencana alam sepanjang 2020
Baca juga: BPBD Kota Bogor tangani bencana angin kencang
Baca juga: BPBD: Tetap waspadai banjir susulan di Haurwangi dan Ciranjang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020