Jakarta (ANTARA) - Nasib Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) dengan predikat raja hutan di kawasan konservasi Gunung Guntur-Papandayan di wilayah Kabupaten Bandung dan Garut, kini semakin terancam karena habitat kehidupannya kian rusak.
Belajar dari pengalaman konflik di Sumatera antara Harimau Sumatera (Panthera tigris sondaica) dengan manusia menjadi kebutuhan penting. Konflik itu terjadi sebagai akibat kerusakan habitat harimau yang membuat mereka harus masuk permukiman penduduk untuk mencari makan dengan memangsa ternak.
Predator tertinggi dalam rantai makanan ini semakin tidak berdaya karena hutan yang menjadi tempat tinggalnya semakin terbatas dan semakin sulit untuk mendapatkan mangsa akibat ulah manusia yang merambah wilayah mereka.
Nasib Macan Tutul Jawa memang belum sampai seperti Harimau Sumatera, namun faktanya populasi fauna ini semakin terbatas, bahkan sudah diambang kepunahan.
Berdasarkan survei yang diselenggarakan Conservation International Indonesia bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat menggunakan perangkap kamera (camera trap) 30 titik sepanjang 2016-2018, berhasil merekam 83 gambar Macan Tutul Jawa.
Senior Manager Terrestrial Program Conservation International Indonesia Anton Ario menjelaskan survei dilakukan dengan membagi seluruh kawasan menjadi empat blok, yaitu Blok Guntur, Kamojang, Darajat, dan Papandayan, meliputi luasan sampling 120 kilometer persegi.
Sebanyak 30 kamera tersebut ditempatkan pada dua blok (masing-masing 15 unit) dan setelah 30 hari pengoperasian, secara bergantian kamera dipindahkan pada dua blok berikutnya, sehingga total petak contoh yang terisi kamera berjumlah 60 petak.
Dalam setiap periode pengoperasian di lapangan, setiap camera trap beroperasi selama 30 hari, yang merupakan peristiwa pendataan (sampling occation).
Selama periode pemasangan kamera di Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Guntur-Papandayan, kehadiran Macan Tutul Jawa diperoleh 36 dari 60 lokasi, meliputi 11 di Blok Darajat, 15 di Blok Papandayan, tiga lokasi di Blok Guntur, dan tujuh lokasi di Blok Kamojang.
Setiap individu Macan Tutul Jawa dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan ukuran tubuh, jenis kelamin dan pola totol di tubuh masing-masing. Berdasarkan hasil identifikasi setiap individu, terdeteksi 10 individu Macan Tutul Jawa di lokasi penelitian yang terdiri atas tiga individu jantan dewasa dan tujuh individu betina dewasa.
Luas sampling area dalam penelitian ini 120 kilometer persegi. Berdasarkan analisis dengan menggunakan model Spatially Explicit Capture-Recapture (SECR), diperoleh kepadatan populasi Macan Tutul Jawa di KPHK Guntur-Papandayan, yaitu satu individu per 19,6 kilometer persegi.
Habitat potensial yang dapat digunakan (mask area) seluas 197 kilometer persegi, lebih luas dari kawasan KPHK Guntur-Papandayan (sekitar 15.318 hektare). Hal itu berarti kawasan penyangga (buffer zone) KPHK Guntur-Papandayan, yaitu kawasan Perhutani, merupakan area yang memiliki potensi dalam mendukung populasi Macan Tutul Jawa.
Berdasarkan hasil foto, keberadaan Macan Tutul Jawa terdeteksi pada ketinggian antara 1.114-2.635 meter dari permukaan laut. Hal ini karena hampir sebagian besar kawasan KPHK Guntur-Papandayan merupakan daerah ekosistem hutan hujan pegunungan dataran tinggi.
Macan Tutul Jawa terdeteksi aktif sepanjang hari, baik pagi-siang-hingga malam hari. Waktu terfoto tertinggi antara pukul 06.00-08.00 WIB (15 persen) dan terendah pada pukul 10.00-12.00 WIB (3,3 persen).
Gunung Guntur dan Papandayan adalah bagian dari salah satu lanskap penting bagi kawasan prioritas konservasi di Jawa Barat. Lanskap ini berisi keanekaragaman flora dan rumah bagi beberapa spesies satwa unik dan terancam punah, seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Kukang (Nycticebus javanicus). dan Macan Tutul Jawa.
Program kerja sama pengawetan flora dan fauna di KPHK Guntur-Papandayan berlangsung sejak 13 Mei 2016 dan akan berakhir pada Juni 2019, serta mendapat bantuan dana hibah dari Chevron Corporation di Amerika Serikat, sedangkan koordinasinya dengan program CSR PT Chevron Pacific Indonesia selaku kontraktor Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Darajat, Kabupaten Garut berkapasitas 270 MW.
Pada akhir 2016, PLTP ini diakuisisi oleh Star Energy, namun CI Indonesia tetap berkoordinasi dengan CPI sampai pengakhiran program ini. Dengan demikian, untuk keberlangsungan pelestarian flora dan fauna di KPHK Guntur-Papandayan seharusnya dapat dilanjutkan dengan Star Energy.
Terkait dengan hal itu Dadi Sadli Mulia selaku Coordinator Social Performance Star Energy menyatakan kalau pihak manajemen telah sepakat untuk melanjutkan program CSR dari Chevron Pacific Indonesia untuk melestarikan flora dan fauna di KPHK Guntur-Papandayan.
Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu program yang diusung Conservation International Indonesia dalam menjaga satwa dilindungi melalui pemberdayaan masyarakat mengingat di kawasan konservasi tersebut terdapat lahan milik Perhutani, PLTP Darajad, dan swasta.
Dengan program tersebut masyarakat diharapkan ikut berkontribusi untuk menjaga kelestarian kawasan konservasi.
Anton mengungkapkan pekerjaan rumah terbesar untuk menjaga kelestarian flora dan fauna di kawasan konservasi KPHK Guntur-Papandayan adalah menghadapi para perambah yang berusaha menanami kawasan konservasi dengan tanaman produktif, seperti sayuran, kopi, dan tanaman buah lainnya.
Menurut Anton, persoalan ekonomi menjadi penyebab masyarakat merambah lahan konservasi. Untuk itu perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui rangkaian kegiatan pelatihan, berupa pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan pohon, pembuatan pupuk organik dan pestisida organik, demplot biogas, pertanian, peternakan dan perikanan terintegrasi, serta penguatan kelembagaan kelompok masyarakat.
Anton mengatakan masyarakat dilibatkan untuk menanam dan memelihara tanaman yang merupakan endemi kawasan konservasi, tujuannya mengembalikan fungsi lahan yang sudah terlanjur berubah menjadi lahan pertanian.
Dengan mengembalikan fungsi kawasan di KPHK Guntur-Papandayan diharapkan fauna yang selama ini menjadi buruan Macan Tutul Jawa juga ikut berkembang.
Salah satu kawasan konservasi yang berada di wilayah Desa Cihawuk, Kabupaten Bandung sebagai contoh hanya berjarak 50 kilometer dari Kota Bandung yang berarti pemerintah daerah menjadi sangat penting untuk turut menjaga pelestarian KPHK Guntur-Papandayan. Setidaknya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk turut memelihara dan menjaga kawasan konservasi.
Pengalaman pahit yang dialami Harimau Sumatera diharapkan tidak terjadi di Jawa Barat yang mayoritas masyarakatnya lebih memiliki kesadaran untuk menyayangi ciptaan Allah SWT. Cerita-cerita hewan ini memangsa manusia hanya merupakan isapan jempol belaka, hewan ini tidak akan menyerang manusia apabila tidak diganggu.
Sepanjang habitat mereka tidak diganggu maka mereka juga tidak akan masuk permukiman. Seperti halnya manusia yang kelaparan maka harimau maupun macan, apapun akan dilakukan termasuk harus mencuri ternak penduduk sebagai upaya mempertahankan hidup agar tidak mati kelaparan.
KPHK Guntur Papandayan ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI No: SK.984/Menhut-II/2013 tentang wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Guntur-Papandayan, yang terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Jawa Barat seluas sekitar 15.318 hektare.
KPHK Guntur-Papandayan meliputi lima kawasan, antara lain Taman Wisata Alam Gunung Guntur seluas sekitar 250 hektare, Taman Wisata Alam Gunung Papandayan seluas sekitar 225 hektare, Cagar Alam Gunung Papandayan seluas sekitar 6.807 hektare, Taman Wisata Alam Kawah Kamojang seluas sekitar 500 hektare, dan Cagar Alam Kawah Kamojang seluas sekitar 7.536 hektare.
KPHK Guntur-Papandayan saat ini berada dalam pengelolaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Bidang wilayah III, seksi wilayah V Garut. Terdapat 43 desa penyangga dan 15 kecamatan di sekitar KPHK Guntur-Papandayan .
Menurut Kepala KPHK Guntur-Papandayan Gede Gelgel Darma Putra, dalam kerja sama dengan Conservation Internasional lebih bersifat pendampingan dalam artian untuk memastikan program pelestarian yang dijalankan menggunakan tanaman endemi kawasan konservasi serta benar-benar melibatkan masyarakat setempat.
Gede menyampaikan sebagian besar masyarakat memiliki profesi sebagai petani dataran tinggi, ada yang petani sekaligus pemilik lahan, buruh tani, dan profesi nonpertanian tetapi jumlanya relatif kecil.
"Hubungan mereka dengan ekosistem hutan di KPHK bisa berdampak positif atau negatif sesuai dengan intensitas dan aktivitasnya", jelas dia.
Pemulihan Ekosistem
Pemulihan ekosistem dilakukan berbasis pemberdayaan masyarakat. Artinya masyarakat ikut berperan aktif dari perencanaan, pelaksanaan, hingga setelah penanaman pohon yang meliputi kegiatan pemantauan dan pemeliharaan. Kegiatan ini dilakukan di luar dan di dalam KPHK Guntur Papandayan seluas 100 hektare.
Kegiatan penanaman pohon di luar kawasan KPHK Guntur Papandayan telah dilaksanakan pada Agustus 2016 seluas 50 hektare dengan fokus lokasi di empat desa di Kecamatan Pasir Wangi, terutama di lahan kristis DAS Cimanuk.
Jumlah bibit yang sudah di tanam berjumlah 31.975 bibit dari 23 jenis tanaman pada luasan 51,10 hektare. Pemantauan dan pemeliharaan tanaman dilakukan sejak September-Desember 2016 dengan hasil monitoring diperoleh 19,8 persen (6,359 bibit) yang mengalami kematian dari total 31.975 tanaman. Penyulaman telah dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati pada 2017.
Pada 2018, penanaman di dalam kawasan KPHK Guntur Papandayan telah dilakukan pada 7-16 Mei 2018 di Blok Jalan Seni, Datar Rohman dan Berecek seluas 50 hektare. Telah tertanam 30.000 bibit terdiri atas 12.000 bibit Puspa; 6.000 bibit Salam, 4.000 bibit Manglid, 4.000 bibit Kitambaga, dan 4.000 bibit Janitri.
Pemantauan pertumbuhan tanaman pada 19 Desember 2018 telah dilakukan dengan hasil pemantauan diketahui 65 persen dalam kondisi baik dan 35 persen diperlukan penyulaman. Pada 22-25 Desember 2018 telah dilakukan penyulaman untuk mengganti bibit yang mengalami kematian 10.500 bibit dengan melibatkan 30 masyarakat lokal.
Program CSR yang sebelumnya dijalankan PT Chevron Pacific Indonesia serta kini berlanjut dengan PT Star Energy diharapkan menjadi percontohan bahwa dalam pengolahan energi juga dapat berdampingan, tanpa menganggu flora dan fauna sekitarnya.