Bandung (Antaranews Jabar) - Proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Bandung Raya akan menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU sehingga pembangunan akan dibiayai oleh investor dan pemerintah.
"Jadi JMT (PT Jabar Moda Transportasi, anak perusahaan PT Jasa Marga) akan berada di pihak investor," kata Direktur Utama PT JMT Endi Roswendi seusai melakukan Rapat Pembahasan Skema Pembiayaan LRT/Monorel Bandung Raya, di Ruang Ciremai Gedung Sate Bandung, Rabu.
Endi mengatakan pembicaraan mengenai porsi anggaran pembangunan LRT Bandung Raya sudah mulai dimatangkan oleh pihaknya sebagai perwakilan konsorsium dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Walaupun belum disinkronkan dengan Kementerian Perhubungan, kata Endi, namun dalam pembahasan bersama Pemprov Jawa Barat biaya untuk trase awal rute Tegalluar-Leuwipanjang Kota Bandung] sepanjang 16 kilometer diperkirakan mencapai Rp4 triliun hingga Rp5 triliun.
Menurut dia, PT JMT sedang menjajaki untuk membentuk konsorsium dengan PT Wijaya Karya, PT Jasa Sarana sebagai induk BUMD PT JMT serta perusahaan swasta asing.
Baca juga: Pemprov Jabar teken kerja sama MoU pembangunan LRT Bandung Raya
Dia mengatakan porsi yang akan diambil nanti tergantung pada kesiapan masing-masing perusahaan untuk membangun LRT Bandung Raya.
"Jadi kami akan hitung, berapa yang cocok, tergantung pemerintah yang punya kepentingan apakah BUMD harus besar atau BUMN," ujarnya.
Dia menjelaskan untuk porsi pemerintah, porsi pembiayaan dirancang memakai dua skema yakni dana dukungan tunai infrastruktur atau Viability Gap Fund dan avaibility payment.
"Sehingga lewat skema AP pula, pemerintah akan menutupi kekurangan yang dialami konsorsium dalam masa penerimaan," kata dia.
Usai mematangkan skema KPBU yang tepat, kata dia, Pemprov Jawa Barat akan mendorong agar proyek ini segera dilelang.
"Akan tetapi karena harus melibatkan Bappenas dan Kementerian Keuangan, Kemenhub maka akan terlebih dulu dibentuk semacam kantor bersama LRT Bandung Raya. Ini untuk membantu mempercepat proses ini," katanya.
Dia menambahkan usai urusan administrasi ini, maka proses lelang investasi sudah bisa dilakukan dan pembangunan segera dimulai.
"Walaupun dilibatkan dalam pembahasan anggaran dan menjadi pelaksana inti, konsorsium JMT nantinya akan mengikuti lelang yang digelar oleh Pemprov Jawa Barat. Tendernya nanti oleh Pemprov dibantu Bappenas dan Kemenkeu," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan untuk target tender bisa selesai pada 2019 ini mengingat Pemprov Jawa Barat mengharapkan agar bisa mengimbangi target kereta api cepat Jakarta-Bandung yang diprediksi selesai 2021.
Sinkronisasi
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Iwa Karniwa mengatakan pihaknya akan segera melakukan empat langkah aksi untuk sinkronisasi pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan pembangunan delapan trase Light Rail Transit (LRT) Bandung Raya.
"Jadi sesuai arahan Pak Gubernur Jabar, yakni yang pertama begitu kereta cepat selesai, konektivitasnya seperti apa. Tentu harus terkoneksi dengan LRT di Bandung Raya yakni Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang," kata Iwa Karniwa.
Ditemui usai menggelar rapat tentang pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, di Gedung Sate, Jabar, Iwa mengatakan hal pertama yang disoroti untuk sinkronisasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan LRT Bandung Raya adalah penentuan konektivitas jalur kedua moda transportasi massal tersebut.
Menurut dia, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dilakukan oleh berbagai pihak dalam sebuah konsorsium bernama Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang didalamnya ada PT Jabar Moda Transportasi (anak perusahaan PT Jasa Sarana/BUMD Jawa Barat).
Ia mengatakan setelah dilakukan kajian oleh Tim Akselerasi Pembangunan Jabar maka pihak pengembang Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Dinas Perhubungan Jabar diketahui bahwa pembangunan LRT Bandung Raya ternyata tidak pas jika dilakukan secara "business to business".
Baca juga: Korea Selatan tawarkan pembangunan LRT ke Pemkot Bandung