Jakarta (Antaranews Jabar) - Seorang pejabat Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa peserta program Jaminan Kesehatan Nasional yang terpaksa naik kelas rawat inap di rumah sakit tidak perlu membayar selisih biaya, seperti yang ditetapkan Permenkes 51 Tahun 2018.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo di Jakarta, Senin mengatakan kondisi penuhnya kamar rawat inap di rumah sakit sehingga peserta harus naik ke kelas perawatan yang lebih tinggi merupakan pengecualian dalam ketentuan selisih biaya.
Sundoyo menjelaskan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program JKN sudah mengatur tentang keadaan terpaksa tersebut.
"Bisa ditawarkan tempat di bawahnya atau di atasnya, dengan batas waktunya tiga hari," kata Sundoyo.
Semisal peserta program JKN dengan rawat inap kelas dua yang akan menjalani opname, namun seluruh kamar rawat inap kelas dua terisi penuh. Pasien tersebut bisa menjalani perawatan di kamar rawat inap kelas satu atau kelas tiga dalam rentang waktu tiga hari.
Bila dalam waktu tiga hari sudah ada kamar kelas dua yang kosong, peserta JKN akan dikembalikan ke kamar rawat inap sesuai kelasnya.
Namun jika lewat tiga hari belum ada juga kamar rawat inap sesuai kelasnya yang tersedia, pasien ditawarkan untuk pindah ke rumah sakit lain dengan kamar sesuai haknya yang tersedia.
Dalam Permenkes 51 tahun 2018 mengatur selisih biaya yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS Kesehatan yang memilih naik kelas rawat inap dari kelas kepesertaanya.
Peserta JKN hanya bisa naik kelas rawat inap satu tingkat di atasnya dengan membayar selisih biaya INA CBGs, atau tarif paket pelayanan kesehatan pada kasus penyakit, dari kelas kepesertaan awal dengan kelas di atasnya.
Untuk peserta JKN kelas satu bisa naik ke kelas VIP dan lainnya dengan membayar selisih biaya maksimal 70 persen dari tarif INA CBGs perawatan kelas satu, atau maksimal Rp30 juta.
Ketentuan selisih biaya kelas perawatan ini diberikan pengecualian pada peserta JKN kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta JKN yang terintegrasi dengan Jamkesda atau dibiayai pemerintah daerah, dan peserta mandiri kategori penerima upah yang mengalami pemutusan hubungan kerja dalam kurun waktu enam bulan.