Karawang (Antaranews Jabar) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Jawa Barat, khawatir kenaikan upah minimum di daerah itu pada 2019 yang mencapai Rp4,2 juta memicu pemutusan hubungan kerja karyawan.
"Jelas kami khawatir kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) Karawang tahun depan akan berdampak buruk terhadap karyawan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang Suroto, di Karawang, Senin.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil rapat Dewan Pengupahan Kabupaten Karawang, disepakati kalau kenaikan UMK Karawang pada 2019 direkomendasikan mencapai upah 8,03 persen, dari Rp3.919.291 menjadi Rp4.233.226.
Kekhawatiran itu disampaikan karena kenaikan UMK tersebut akan berdampak terhadap perusahaan di sektor tekstil, sandang dan kulit (TSK).
"Dampak buruk yang paling besar dari kenaikan UMK ini ialah PHK, karena pihak pengusaha kemungkinan besar pindah untuk berinvestasi di
daerah lain yang UMK-nya masih kecil. Itu yang dikhawatirkan," katanya.
Catatan Disnakertrans Karawang, sejak tahun 2017 hingga 2018 sudah ada 21 perusahaan yang pindah dari Karawang karena alasan tidak mampu membayar UMK yang cukup tinggi di Karawang.
Pindahnya 21 perusahaan ke daerah lain itu mengakibatkan PHK massal. Sedikitnya, sepanjang 2017 hingga 2018 terdapat 22 ribu pekerja yang terkena PHK.
Dari laporan yang diterima, katanya, pada 2019 akan ada lima perusahaan garmen yang bakal pindah ke daerah lain jika UMK Karawang kembali naik.