Kabupaten Garut, Jawa Barat, memiliki berbagai potensi pariwisata alam, salah satunya keberadaan Papandayan yang menyuguhkan keeksotikan bekas letusan gunung tersebut.
Mungkin tidak cukup banyak orang yang tahu tentang berbagai keeksotisan Gunung Papandayan yang terletak di Kecamatan Cisurupan itu, salah satunya adalah kawasan yang disebut Hutan Mati.
Hutan Mati menjadi sebuah nama tempat wisata baru yang sebelumnya merupakan lokasi terbakarnya puluhan hektare areal hutan Gunung Papandayan akibat terjadinya erupsi pada 2002.
Kawasan yang diciptakan oleh alam tersebut menjadi daya tarik wisatawan Gunung Papandayan, terutama bagi para pendaki maupun yang akan berkemah di Pondok Saladah.
Daerah tersebut tidak terdapat tumbuh-tumbuhan rimbun layaknya lahan di kawasan hutan, melainkan hanya dataran berwarna putih serta pohon dan ranting-ranting yang telah kering.
Situasi alam hutan yang menimbulkan unsur mistis itu justru menjadi unik, banyak pendaki yang menyempatkan waktu untuk berhenti menikmati dan mengabadikan keindahan hutan yang tanamannya mati dengan kamera telepon seluler maupun kamera profesional (DLSR, red).
Lokasinya memang tersembunyi, jauh dari pintu utama masuk kawasan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan yang berada di bawah perbukitan kawah.
Mereka yang ingin menikmati keindahan alam Hutan Mati itu tidak mudah, harus berjalan kaki selama kurang lebih dua jam.
Waktu tempuh itu merupakan jarak normal bagi kalangan pendaki pemula atau yang baru pertama kali melakukan perjalanan ke kawasan Gunung Papandayan.
Jauhnya jarak tempuh menuju Hutan Mati itu membuat wisatawan tidak banyak menikmatinya, dengan alasan enggan berjalan kaki, atau takut kecapaian di perjalanan, apalagi bagi kalangan yang sudah berumur tua.
Panorama alam Hutan Mati itu seringkali hanya dinikmati keindahan dan pengalaman kegersangannya oleh para pendaki yang melakukan perjalanan menuju bumi perkemahan Pondok Saladah atau Tegal Alun. Itu pun kondisi fisiknya harus benar-benar fit.
Persoalan jarak tempuh yang hingga akhirnya mengurungkan niat untuk menuju Hutan Mati itu hanya terjadi saat Taman Wisata Alam Gunung Papandayan dikelola oleh pemerintah melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Kini, Hutan Mati itu sudah dekat, sudah sangat mudah ditempuh oleh berbagai kalangan usia, anak-anak termasuk para lanjut usia melalui jalur khusus yang telah dibuka oleh pengelola wisata tersebut sejauh 2 km.
Perusahaan bidang pariwisata PT Astri Indah Lestari (AIL) yang telah berpengalaman mengelola objek wisata alam itu, kini memberikan kenyamanan bagi pengunjung Gunung Papandayan.
"Sekarang ke Hutan Mati mulai dari gerbang itu kurang lebih setengah jam paling lama. Kalau dulu sebelum kami kelola, ke Hutan Mati itu satu sampai dua jam," kata Direktur PT AIL pengelola Taman Wisata Alam Gunung Papandayan, Tri Persada.
Ia menuturkan, Gunung Papandayan memiliki sejumlah titik wisata alam yang menarik untuk dikunjungi dan dinikmati wisatawan, seperti kawasan kawah, tebing gunung, Pondok Saladah, taman edelweis dan Hutan Mati.
Hutan Mati, menurut Tri, menjadi salah satu objek wisata menarik yang sebelumnya banyak dinikmati oleh para pendaki, sekarang, jalur baru menuju Hutan Mati itu sudah nyaman dan aman bagi wisatawan.
"Jalan kaki aman, setiap pos ada petugas keamanan, bagi manula pun sekarang bisa ke Hutan Mati, kalau dulu tidak bisa karena jalannya terjal," katanya.
Wisatawan yang hendak menikmati Hutan Mati tersebut untuk tidak lupa membayar satu kali tiket masuk di gerbang utama Taman Wisata Alam Gunung Papandayan sebesar Rp30 ribu per orang.
Tidak jauh dari gerbang utama itu, wisatawan dapat sejenak menikmati pemandangan terbuka hutan dan tebing gunung bekas letusan Gunung Papandayan.
Wisatawan dapat melanjutkan perjalanan khusus menuju Hutan Mati dengan cara berjalan kaki mengikuti jalan setapak yang telah disiapkan oleh pengelola secara aman dan nyaman.
Menempuh perjalanan menuju Hutan Mati itu tidak perlu membawa berbagai macam peralatan apalagi tas besar untuk membawa bekal makanan dan minuman.
Pengunjung hanya cukup membawa satu botol air mineral untuk menghilangkan rasa haus selama menempuh perjalanan wisata ke Hutan Mati itu.
"Tidak perlu persiapan khusus untuk ke Hutan Mati, cukup bawa air minum saja, kaki yang kuat dan mengatur nafas," kata Tri.
Taman Edelweis
Selain menikmati keindahan alam kawasan Hutan Mati, wisatawan juga dapat menikmati keindahan taman bunga edelweis di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan.
Hamparan taman edelweis di pegunungan itu berada di lokasi Tegal Alun yang memebutuhkan waktu berjam-jam untuk menempuhnya.
Namun pengelola wisata tersebut membangun taman edelweis di lahan yang tidak jauh dari gerbang utama masuk wisata alam Gunung Papandayan.
Inovasi taman edelweis yang disuguhkan pengelola wisata tersebut untuk memberikan kemudahan akses bagi pengunjung yang ingin melihat langsung bunga abadi khas Gunung Papandayan.
Sebagian besar pengunjung tidak hanya melihat panorama kawah saja, tetapi ingin melihat langsung taman edelweis, meskipun harus berjuang melewati kawah, hutan, dan mendaki gunung.
"Butuh perjuangan, harus mendaki gunung hanya untuk melihat bunga edelweis," kata Tri.
Ia menyampaikan, banyaknya wisatawan yang ingin melihat bunga abadi tersebut, maka pihaknya membuat taman edelweis yang mudah dijangkau oleh wisatawan lanjut usia tanpa harus berjalan kaki berjam-jam.
Taman edelweis itu dibangun seluas 4 hektare yang hanya sebagai alternatif atau miniatur dari taman alami edelweis yang sebenarnya di Pondok Saladah dan Tegal Alun.
Meskipun hanya alternatif saja, keindahannya tidak kalah menarik dari taman edelweis yang sudah dibangun dan disuguhkan oleh alam.
(T007)