Bandung (ANTARA) - Ace, pria usia 50 tahun yang berprofesi sopir angkutan kota (angkot) jurusan Kalapa-Ledeng saat ini risau karena pendapatannya yang semakin anjlok.
Sebelumnya dia bisa membawa pulang ke rumah Rp100 ribu per hari, namun saat ini kurang dari jumlah tersebut. Sedangkan asap dapur harus tetap ngebul.
“Kalau dulu mah sehari bisa dapat seratus ribu pasti. Sekarang mah jauh dari itu,” keluhnya, Rabu.
Penurunan demikian, tidak terlepas dar banyaknya warga yang sudah memiliki kendaraan roda dua atau roda empat. Saat ini, penumpangnya hanya pelajar tingkat SD hingga SMA.
Namun, kata dia, penumpang pelajar itu hanya ramai saat pulang sekolah saja seperti siang hari.
“Sekarang yang naik paling anak sekolah. Itu pun cuma pas pulang siang hari,” ucapnya
Dia terkadang berpikir untuk banting setir dari profesi sopir namun faktor usia membuat dirinya berpikir ulang.
Sebenarnya, Ace sempat bekerja di hotel namun badai COVID memaksa dia untuk dirumahkan oleh tempat bekerjanya dahulu. "Sekarang balik lagi narik angkot," katanya.
Setoran harian yang harus ia bayarkan kepada pemilik kendaraan berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp100 ribu tergantung kondisi.
Meski begitu, menurutnya pemilik angkot cukup pengertian dan sering memberikan kelonggaran jika pendapatan sedang rendah.
Dalam sehari, Ace biasa menarik penumpang dari kawasan Terminal Ledeng menuju Kalapa atau sebaliknya, dengan tarif antara Rp7 ribu hingga Rp10 ribu.
Saat ini, dia berharap pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap nasib sopir angkot yang semakin terpinggirkan dari sistem transportasi di perkotaan.
