Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 16 tahun penjara serta dengan Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan kepada Mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar.
Majelis hakim menyatakan Zarof terbukti melakukan permufakatan jahat berupa suap dalam penanganan perkara terpidana pembunuhan, Ronald Tannur. Selain itu, Zarof Ricar juga terbukti menerima gratifikasi.
“Menyatakan terdakwa Zarof Ricar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili sebagaimana dalam dakwaan pertama kesatu penuntut umum; dan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagaimana dalam dakwaan kedua penuntut umum,” kata ketua majelis hakim Rosihan Juhriah Rangkuti dalam sidang pembacaan putusan di Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, Zarof dinyatakan terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim menimbang bahwa perbuatan Zarof tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan korupsi.
Sambil terisak menahan tangis, Hakim Rosihan juga mengatakan bahwa perbuatan Zarof juga dinilai mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga MA dan badan peradilan di bawahnya.
“Perbuatan terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purnabakti masih melakukan tindak pidana padahal telah memiliki banyak harta benda,” tutur Hakim Rosihan.
Sementara itu, keadaan meringankan yang dipertimbangkan majelis hakim, yakni terdakwa menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan masih mempunyai tanggungan keluarga.
Majelis hakim memutuskan tidak menjatuhkan pidana penjara maksimal 20 tahun seperti yang dituntut oleh penuntut umum karena mempertimbangkan beberapa hal.
Menurut majelis hakim, jika dijatuhi pidana 20 tahun penjara, Zarof akan menjalani hukuman usia 83 tahun karena usianya sekarang menginjak 63 tahun, sementara harapan hidup rata-rata di Indonesia sekitar 72 tahun.
“Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” katanya.