Bandung (ANTARA) - Tim kuasa hukum mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menegaskan bahwa kliennya yang Rabu ini mangkir dari sidang mediasi atas gugatan selebgram Lisa Mariana di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, berhak untuk tidak hadir.
Salah satu kuasa hukum Ridwan Kamil, Muslim Jaya Butarbutar, menjelaskan alasan kliennya tidak hadir, karena sedang menjalankan tugas atau profesi yang tidak bisa tinggalkan, dan ini alasan sah tidak hadirnya tergugat sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
"Dan kami juga sudah menyampaikan bahwa dalam Perma pasal 6 ayat 4, itu ada alasan yang sah bahwa prinsipal atau tergugat boleh untuk tidak hadir," kata Muslim di Bandung, Rabu.
Dalam rangka menghormati proses hukum, Muslim mengungkapkan Ridwan Kamil telah beritikad baik dengan cara memberikan keterangan pada majelis hakim, dan mewakilkan kehadirannya melalui kuasa hukum. Sehingga tidak bisa dinilai sebaliknya, yakni ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah.
"Seperti yang disebutkan pak Muslim, ada surat kuasa yang diberikan pak Ridwan Kamil kepada kami tim untuk menghadiri mediasi ini. Dan itu sesuai dengan pasal 18 ayat 3 bahwa mediasi dapat diwakilkan kepada kuasa hukum. Karena sudah memenuhi itu maka kami memberikan resume kepada hakim mediator, sehingga ada itikad baik di sini," katanya.
Atas berbagai alasan yang dilontarkan pihaknya soal ketidakhadiran Ridwan Kamil, Muslim menyebut pihak penggugat meminta terjadinya deadlock.
“Kalau dari pihak sana keinginannya deadlock ya sudah berati kami sudah. Kami sudah menyampaikan alasannya dan sudah menyampaikan resumenya tinggal nunggu selanjutnya," ucap dia.
Kuasa hukum lainnya, Heribertus S Hartojo, mengungkapkan mediasi ke depannya hanya bisa dilakukan di luar persidangan. Namun dia menegaskan kliennya kukuh pada pendiriannya, mengingat beberapa pertimbangan seperti kepentingan hukum soal status asal usul anak, hubungan hukum penggugat dan tergugat, serta amanat Pasal 1865 KUH Perdata yang menyebutkan setiap orang yang mendalilkan sesuatu harus melakukan pembuktian.