Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra A. Putranto menyebut terdapat sejumlah karakteristik pelaku child grooming yang harus diketahui oleh masyarakat guna mencegah anak terkena pelecehan seksual.
"Pelaku sering kali membangun hubungan emosional dengan anak untuk mendapatkan kepercayaan mereka, yang dapat terjadi di mana saja, baik di dunia nyata maupun di dunia maya," kata Kasandra saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Kasandra mengatakan pelaku child grooming biasanya cenderung manipulatif, ia sangat terampil dalam melakukan manipulasi emosional, mampu membangun kepercayaan dan hubungan yang kuat dengan anak dan orang dewasa di sekitarnya.
Pelaku juga gemar menunjukkan empati dan perhatian yang berlebihan terhadap anak. Tujuannya yakni menciptakan kesan bahwa mereka peduli dan memahami kebutuhan anak.
"Pelaku sering kali memiliki kemampuan sosial yang baik, membuat mereka mudah bergaul dan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa. Mereka mungkin menunjukkan minat yang tidak biasa terhadap kegiatan anak-anak, seperti bermain gim, berolahraga, atau hobi anak-anak lainnya," katanya.
Tak jarang, katanya, pelaku pun sering kali berusaha menyembunyikan niat jahat mereka, menggunakan berbagai cara untuk menjaga agar tindakan mereka tidak terdeteksi. Namun, beberapa pelaku mungkin memiliki riwayat pelecehan seksual atau perilaku menyimpang di masa lalu.
Adapun pihak yang dapat menjadi pelaku yakni orang dewasa yang dikenal termasuk keluarga, guru atau orang dewasa lain yang memiliki akses ke anak dan orang asing yang berinteraksi dengan anak-anak baik secara langsung maupun melalui platform online.
Dalam beberapa kasus, ditemukan remaja atau anak yang lebih tua dapat menjadi pelaku terhadap anak yang lebih muda. Selain itu, pelaku dapat menggunakan media sosial, aplikasi pesan, atau platform gim untuk menjalin hubungan dengan anak-anak dan pekerja sosial atau konselor dapat menyalahgunakan posisi mereka untuk melakukan grooming.
Kasandra turut menyebutkan bahwa para korban yang digemari pelaku biasanya adalah anak-anak yang merasa kesepian, merasa terisolasi atau tidak memiliki banyak teman sering kali menjadi target karena mereka lebih mudah terpengaruh, kurang percaya diri, memiliki masalah di rumah, memiliki pengetahuan yang terbatas dan menaruh minat pada media sosial maupun platform online lainnya.