Setelah mundur dari PNS karena alasan keluarga, Zahro tetap ingin menghasilkan sesuatu yang bisa bermanfaat buat keluarga, dan orang-orang di sekitarnya dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dia mendirikan merk yang dinamai Ulayya pada 2018.
Zahrotul Jannah mempelajari berbagai jenis kain dengan terjun langsung ke pasar dan mengikuti kursus fashion di Instituto Moda pada Burgo Indonesia serta Inkubator Women Preneur Community untuk mendukung keahliannya.
Usahanya membuahkan hasil dengan menghadirkan produk fashion muslim yang sopan, modis, dan siap pakai, yang diterima pasar dengan baik.
Namun, pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, berdampak negatif pada industri fashion, termasuk usaha Zahro.
Toko-toko tutup dan pameran ditiadakan, sehingga Zahro beralih ke digitalisasi dengan memanfaatkan marketplace. Meskipun awalnya kurang efektif, digitalisasi akhirnya membantu Zahro menjangkau pasar nasional dan internasional tanpa biaya pemasaran besar.
"Bahkan untuk pembayaran juga jadi mudah dengan hadirnya dompet digital maupun QRIS yang selain sangat memudahkan transaksi customer tanpa harus bawa uang cash ke mana-mana, kami UMKM juga dimudahkan dengan bisa langsung mengecek apakah uang tersebut masuk atau tidak ke rekening kami secara real time," ujar Zahro.
Zahro memanfaatkan digitalisasi untuk mengembangkan Charcoaline, pewarna alami dari arang batok kelapa dengan motif batik yang menciptakan nuansa Indonesia.
Inovasi ini mendukung UMKM dan pelestarian alam. Hasilnya, produk Zahro dengan omzet Rp30 juta per bulan kini diminati di kota besar di Pulau Jawa dan bahkan ke Uni Emirat Arab di kawasan Timur Tengah.
Keberhasilan ini juga berkat pembinaan dalam Export Coaching Program 2024 (Februari-November), hasil kolaborasi Bank Indonesia (BI) Jabar dan Kementerian Perdagangan, yang membantu UMKM memahami ekspor, mulai dari pembiayaan, pengiriman (shipping), pembayaran, memperkenalkan produk, hingga bertemu pembeli internasional.