Selain soal teknis pemilihan, pelanggaran pemilu yang kerap muncul hingga menjadi rahasia umum adalah politik uang. Mantan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo juga pernah berkelakar soal istilah NPWP, yaitu "nomor piro, wani piro" (nomor berapa, berani berapa).
Istilah "serangan fajar" yang menjadi hal buruk bagi demokrasi, seakan-akan justru menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh para pemilih "bermasalah". Politik uang pun kian memberatkan siapa pun yang berkehendak untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat.
Lagi-lagi rahasia umum bahwa modal biaya untuk menjadi peserta pemilu tidaklah sedikit. Hal itu pun salah satunya dikonfirmasi oleh salah satu Anggota DPR RI Muslim Ayub yang menyebutkan bahwa para legislator memerlukan biaya Rp20 miliar dalam pemilu.
Pasalnya, dia juga mengungkapkan bahwa ada oknum-oknum pemilih yang meminta imbalan hingga Rp200 ribu untuk satu surat suara.
Kemudian bukan hanya soal penurunan nilai demokrasi, biaya politik yang mahal pun menyebabkan kaum perempuan enggan untuk maju ke dunia politik, khususnya sebagai calon anggota legislatif.
Anggota DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyebutkan bahwa partainya sempat kesulitan untuk mencari kader perempuan yang ingin maju menjadi anggota legislatif.
Presiden Prabowo Subianto, sebelum menjadi presiden pun sempat beberapa kali menilai bahwa demokrasi di Indonesia memerlukan biaya yang mahal. Walaupun begitu, dalam visi dan misinya, dia tetap berkomitmen untuk menegakkan demokrasi.
Penggunaan sistem pemungutan suara secara elektronik atau e-Voting pun menjadi salah satu cara efisien untuk memangkas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pemilu, baik teknis maupun soal politik uang.
Maka apa pun produk legislasi mengenai pemilu yang nantinya dihasilkan oleh DPR RI, hal ini diharapkan bisa merevolusi sistem pemilu menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
Karena, jika masalah pemilu terus ada, maka gugatan-gugatan terhadap hasil pemilu akan terus bermunculan.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sahut-sahutan di Senayan untuk revisi UU Pemilu