Spektrum - Suara nyaring di Senayan untuk revisi UU Pemilu
Jumat, 1 November 2024 8:35 WIB
Adanya sistem pemilu serentak merupakan hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 Tahun 2013. Putusan tersebut menyatakan bahwa Pemilu 2019 dan seterusnya harus dilaksanakan secara serentak dengan lima kotak.
Pertimbangannya, MK mendorong agar pemilu serentak itu menciptakan efektivitas terhadap sistem presidensial, serta mempertimbangkan efisiensi penyelenggaraan pemilu. Yayasan Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) menilai bahwa sistem pemilu secara serentak yang dilakukan pada Pemilu 2019 itu menimbulkan kompleksitas yang luar biasa. Hal tersebut lantas diulangi kembali di tahun 2024.
Sebetulnya pada tahun 2020, wacana revisi terhadap Undang-Undang Pemilu sudah bergulir, tetapi batal karena terjadi hambatan berkaitan dengan adanya Pandemi COVID-19.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati mengatakan pihaknya sudah melakukan 26 kali uji materi kepada MK terkait undang-undang pemilu. Dia mencatat bahwa pemilu serentak menciptakan belasan juta surat suara menjadi tidak sah karena berbagai kompleksitas permasalahannya.
"Karena kita sudah 26 tahun reformasi, saya rasa kita sepakat bahwa demokrasi kita harus bergeser dari demokrasi prosedural ke demokrasi substansial, saya meyakini salah satu caranya adalah perbaikan sistem politik dan sistem kepemiluan kita," kata Khoirunnisa.
Salah satu ide dan cara untuk memecahkan masalah lima kotak dalam pemilu serentak muncul dari organisasi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Mereka ingin agar ada pemisahan antara pemilu tingkat nasional dan tingkat daerah atau lokal.
Pemisahan yang dimaksud, untuk pemilu nasional terdiri atas Pilpres, Pileg DPR RI, dan Pileg DPD RI, sedangkan untuk pemilu lokal terdiri atas Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati-Wakil Bupati atau Pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota, Pemilihan DPRD Provinsi, dan Pemilihan DPRD Kabupaten/Kota.
Namun, Koordinator Nasional JPPR Rendy Umboh menyarankan agar pemilu nasional dan pemilu lokal tidak diselenggarakan dalam waktu yang terlalu jauh. Untuk tahun 2029 mendatang, sebaiknya pemilu nasional digelar pada Februari, sedangkan pemilu lokal digelar pada Mei.
Kalau misalnya selisih 2 tahun pemilu nasional dan lokal, masalahnya ada di DPRD provinsi/kabupaten/kota, apakah bisa diperpanjang atau tidak? Menurut konstitusi tidak" katanya.
Pertimbangannya, MK mendorong agar pemilu serentak itu menciptakan efektivitas terhadap sistem presidensial, serta mempertimbangkan efisiensi penyelenggaraan pemilu. Yayasan Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) menilai bahwa sistem pemilu secara serentak yang dilakukan pada Pemilu 2019 itu menimbulkan kompleksitas yang luar biasa. Hal tersebut lantas diulangi kembali di tahun 2024.
Sebetulnya pada tahun 2020, wacana revisi terhadap Undang-Undang Pemilu sudah bergulir, tetapi batal karena terjadi hambatan berkaitan dengan adanya Pandemi COVID-19.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati mengatakan pihaknya sudah melakukan 26 kali uji materi kepada MK terkait undang-undang pemilu. Dia mencatat bahwa pemilu serentak menciptakan belasan juta surat suara menjadi tidak sah karena berbagai kompleksitas permasalahannya.
"Karena kita sudah 26 tahun reformasi, saya rasa kita sepakat bahwa demokrasi kita harus bergeser dari demokrasi prosedural ke demokrasi substansial, saya meyakini salah satu caranya adalah perbaikan sistem politik dan sistem kepemiluan kita," kata Khoirunnisa.
Salah satu ide dan cara untuk memecahkan masalah lima kotak dalam pemilu serentak muncul dari organisasi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Mereka ingin agar ada pemisahan antara pemilu tingkat nasional dan tingkat daerah atau lokal.
Pemisahan yang dimaksud, untuk pemilu nasional terdiri atas Pilpres, Pileg DPR RI, dan Pileg DPD RI, sedangkan untuk pemilu lokal terdiri atas Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati-Wakil Bupati atau Pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota, Pemilihan DPRD Provinsi, dan Pemilihan DPRD Kabupaten/Kota.
Namun, Koordinator Nasional JPPR Rendy Umboh menyarankan agar pemilu nasional dan pemilu lokal tidak diselenggarakan dalam waktu yang terlalu jauh. Untuk tahun 2029 mendatang, sebaiknya pemilu nasional digelar pada Februari, sedangkan pemilu lokal digelar pada Mei.
Kalau misalnya selisih 2 tahun pemilu nasional dan lokal, masalahnya ada di DPRD provinsi/kabupaten/kota, apakah bisa diperpanjang atau tidak? Menurut konstitusi tidak" katanya.