Antarajabar.com - KPU Provinsi Jawa Barat mengapresiasi hasil pemetaan Indeks Kerawanan Pemilu 2015 oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang menyatakan pilkada serentak di Jawa Barat rawan praktik politik uang.
"Kami sangat mengapresiasi apa yang disampaikan oleh teman-teman Bawaslu RI tersebut, ini agar kami bekerja lebih optimal," kata Ketua KPU Provinsi Jawa Barat Yayat Hidayat, di Bandung, Selasa.
Menurutnya, pernyataan Bawaslu RI tersebut bukanlah penyataan yang dilontarkan dengan sembarangan tanpa didasari analisis atau data-data valid.
"Tentunya itu berdasarkan temuan, -informasi dan analisis yang berdasarkan data valid," ujar Yayat.
KPU Jawa Barat, kata dia, menilai pernyataan Bawaslu RI itu sebagai peringatan bagi pihaknya dan KPU kabupaten/kota agar mengintensifkan tidak terjadinya politik uang.
"Ini sangat berharga agar nanti kami lebih mengintensifkan ke kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada serentak," kata dia.
Ketika ditanyakan langkah apa yang disiapkan oleh pihaknya untuk mencegah terjadinya politik uang dalam pilkada serentak nanti, ia menyatakan akan lebih meningkatkan sosialisasi ke masyarakat.
"Melalui kabupaten/kota kita akan intensifkan sosialisasi supaya masyarakat tahu bagaimana pilkada yang benar dan bersih dari politik uang.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan pemilihan kepala daerah serentak di Jawa Barat dan Sulawesi Tengah rawan praktik politik uang, berdasarkan hasil pemetaan Indeks Kerawanan Pemilu 2015 oleh Bawaslu.
"Praktik politik uang bisa dikemas dengan beragam modus. Berdasarkan hasil temuan, Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Tengah rawan politik uang," kata Komisioner Bawaslu Daniel Zuhron dalam Launching dan Diskusi Indeks Kerawanan Pemilu di Jakarta, Selasa (1/9).
Daniel mengatakan kedekatan figur calon kepala daerah dengan pemilih juga membuat kemungkinan politik uang kian masif, termasuk pula faktor banyaknya jumlah penduduk miskin pada suatu daerah.
Bawaslu menyatakan data Indeks Kerawanan Pemilu 2015 diperoleh melalui hasil pengawasang selama ini dan dari data Badan Pusat Statistik, data dotensi desa (Podes), data KPU dan data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).