Masalah kedua, fakta bahwa ternyata ‘darah Belanda’ ini telah memilih Indonesia dengan berbagai alasan, menunjukkan tidak selamanya Belanda (Barat) menjadi pilihan utama. Dalam konteks ini, karakteristik kita yang dianggap ‘bodoh, tertinggal, dan biadab’ ternyata menjadi pilihan bagi subjek-subjek keturunan Barat ini.
Ambiguitas dalam naturalisasi ini perlu kita akui telah memberikan dampak-dampak tertentu dalam psikis publik sepak bola dan secara luas masyarakat Indonesia. Hari ini, pemain-pemain ‘berdarah penjajah’ ini ternyata sama dicintainya layaknya pemain sepak bola yang lahir dan besar di tanah kita.
*) Angga T. Sanjaya, Dosen Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi, UAD. Bergiat di Komunitas Jejak Imaji ‘Lawang Abang’, pendamping komunitas Luar Ruang dan Serawung Filsafat.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Naturalisasi, trauma kolonialisasi, dan jalan rekonsiliasi