Bukan hanya urusan KPU, kata Tantan, hal tersebut juga berlaku untuk rilis-rilis yang diterima insan pers dari masing-masing tim sukses calon kepala daerah.
"Apakah benar tidak informasi yang disampaikan. Apakah hanya sekedar untuk mereka melambungkan namanya. Atau hanya sekedar memberikan kesan positif ke masyarakat. Bener ga visi yang disampaikan itu," ucapnya.
Menurutnya, dengan mengedepankan sikap kritis tersebut maka masyarakat pun tidak akan mudah dibodohi oleh janji-janji manis para calon kepala daerah.
"Sehingga masyarakat tidak dibutakan dengan hanya sekedar lipstik, di Instagram bagus, di media sosial bagus. (Jadi jangan) media juga malah larut membagus-baguskan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jabar, Ikhwan Sabar Romli mengatakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memudahkan masyarakat dalam mendapatkan dan bertukar informasi.
Menurutnya, hal itu justru menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis TV, sebab tak sedikit informasi yang beredar di media sosial belum bisa dipastikan kebenarannya.
"Kita flashback ke 20 tahun yang lalu, teman-teman televisi itu satu arah. Di mana audiens langsung ke televisi informasinya. Tapi eranya sekarang kompleksitasnya lebih tinggi, di mana kompleksitas itu hadir di semua lini, di ruang-ruang gelap itu hadir, baik itu informasi yang benar maupun hoaks," kata Ikhwan.
Sehingga, hal itu menjadi tantangan sendiri bagi Ikhwan bagaimana menyuguhkan informasi khususnya terkait Pilkada 2024 yang berujung kepada meningkatnya angka partisipasi pemilih.