Bandung (ANTARA) - Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat meminta Dinas Koperasi Dan Usaha Kecil Jabar untuk mengembangkan program yang lebih inovatif untuk menarik minat masyarakat dan mengembangkan koperasi di Jawa Barat.
Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, R Yunandar Rukhiadi Eka Perwira, mengatakan hal ini perlu dilakukan karena saat ini kondisi koperasi di Jawa Barat sesungguhnya sudah banyak yang semakin menurun dan menutup usahanya.
"Salah satu penyebabnya, dikarenakan memang koperasi ini secara sistem sudah semakin ketinggalan, dibandingkan model usaha yang lain. Jadi harus ada sebuah perubahan terutama masalah teknologi digital harus diadopsi secepatnya," kata Yunandar dalam keterangan di Bandung, Rabu.
Menurut Yunandar, sesungguhnya koperasi itu bisa berperan dalam penyediaan modal usaha bagi anggotanya, bahkan koperasi sesungguhnya bisa menjadi pelaku dari pinjaman online, tinggal bagaimana untuk membangun model bisnisnya.
"Karena sebenarnya harusnya kelembagaan koperasi itu adalah sebuah lembaga kemitraan investasi, modelnya itu jadi bukan sebagai badan usaha tapi dia kemudian membentuk badan-badan usaha," ujar Yunandar.
Modal itu sendiri, lanjut dia, harus dikembangkan agar koperasi tersebut menjadi holding yang di dalamnya kemudian membangun usaha, seperti simpan pinjam, produksi, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sehingga, nanti koperasi itu tidak memakan dirinya sendiri, tapi dia menjadi sebuah lembaga kerja sama yang satu sama lain saling sharing, saling membantu terutama untuk membangun bisnis yang baru.
"Nah, di situlah peranannya dia ketika dia mengarahkan menjadi pelaku usaha simpan pinjam, pelaku usaha simpan pinjam online. Sebenarnya dia bisa bersaing dengan pinjol untuk mengatasi masalah kredit pinjol yang sekarang sangat marak tingkat kemacetannya, tingkat permasalahannya di masyarakat khususnya di Jawa Barat," ucap dia.
Yunandar menilai penyebab munculnya masalah besar pada pinjaman daring yang macet, karena pinjol itu tidak terlalu melihat persyaratan melainkan hanya keinginan untuk meminjam bagi kredit konsumtif dan jaminannya adalah bunga yang tinggi.
"Jadi dia tidak punya jaminan lain selain jaminan bunga yang tinggi nah ini yang kemudian harusnya diantisipasi oleh pemerintah dengan mendorong koperasi untuk bisa menjadi pelaku usaha yang sifatnya simpan pinjam produktif. Jadi bukan yang ke arah konsumtif," ujarnya.
Yunandar juga mengatakan bahwa koperasi harus produktif, mengingat sektor produktifitas akan menyediakan lapangan kerja. Dan ketika menjadi holding, koperasi itu selain bisa produktif, juga bisa menyediakan modal bagi para pelaku usaha lain, bahkan para peminjam pinjol yang selama ini memang butuh tambahan pendapatan.
"Sebagai contoh para guru, salah satu profesi yang paling banyak terjebak pinjol dan juga lintah darat, nah ketika memiliki usaha didorong oleh pinjaman dari koperasi maka sebetulnya guru-guru ini bisa punya pekerjaan sampingan yang sekarang jauh lebih mudah ketika difasilitasi oleh teknologi. Tadinya guru-guru berharap pendapatannya berasal dari tunjangan, tapi karena tidak mencukupi dia akhirnya pinjam ke pinjol, seharusnya yang dilakukan oleh guru-guru itu adalah dia mencari atau membangun usaha dari yang produktif tapi harus dibantu oleh para pelaku usaha atau koperasi ini," tuturnya.