Di Mina risiko semakin tinggi ketika momen melempar jumrah aqobah pada lemparan di 10 Dzulhijjah. Rute dari Mina ke Jamarat lalu kembali ke Mina seperti rute buta karena memiliki 3 jalur: lantai dasar, lantai dua, dan lantai tiga dengan pangkal dan ujung yang berbeda-beda.
Usai melempar jumrah banyak jamaah bingung kembali ke tenda di Mina sebagai tempat pulang. Pelempar di jalur lantai tiga keliru arah malah turun ke lantai dasar sehingga bingung ketika kembali.
Momen ini seperti sebuah pertunjukan manusia di dunia yang kebingungan mencari arah yang benar menuju pulang (perjuangan mencari kebenaran). Individu satu terpisah dari rombongan, bahkan rombongan juga kebingungan menuju kembali. Setiap individu dapat saja keliru arah atau tersesat, tetapi sesungguhnya semua yang hadir di Jamarat sedang merindu kembali.
Tentu para petugas yang mengetahui arah kemudian mengarahkan, menunjukkan arah, bahkan seringkali ikut mengantarkan pulang kembali ke tenda dengan penuh welas asih karena sadar ketidaktahuan jamaah arah pulang.
Hal itu bagaikan sebuah simbol bahwa dalam kehidupan sehari-hari di tanah air para guru, ustadz, pendakwah, harus menjadi penunjuk arah bagi umatnya dengan penuh welas asih.
Di masa depan penunjuk arah bagi para jamaah dapat terus berkembang dengan berbagai inovasi.
Demikian pula penempatan pos jaga petugas haji Indonesia dan pos kesehatan dapat dikoordinasikan Pemerintah Indonesia dengan tentara dan polisi Arab Saudi sehingga dapat berjaga bersama-sama. Tentu dibutuhkan upaya diplomasi yang lebih kuat segenap pihak untuk mewujudkan hal tersebut.
Rangkaian ibadah haji memang penuh simbol yang tetap terbuka dengan inovasi, teknologi dan sistem. Dengan cara itu ibadah haji semakin nyaman sekaligus bermakna.
*) Penulis adalah PPIH Arab Saudi 2024; Anggota Majelis Amanah DPP GEMA Mathla'ul Anwar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Haji ibadah penuh simbol dan makna
Telaah - Haji ibadah penuh simbol dan makna
Oleh Destika Cahyana*) Minggu, 14 Juli 2024 14:00 WIB