Bandung (ANTARA) - Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin meminta tidak ada lagi paradigma mengenai sekolah favorit dan sekolah non favorit pada orang tua siswa, khususnya yang buah hatinya mengikuti proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).
Alasannya, menurut Bey, karena adanya paradigma tersebut, tak sedikit orang-orang rela memindahkan alamat kartu keluarganya ke jarak yang lebih dekat dengan sekolah tujuan, meski tidak berdomisili di situ, dengan tujuan lolos dalam tahap zonasi.
Baca juga: Pemprov Jabar siap anulir kelulusan calon peserta didik curang di PPDB
"Sistem zonasi sebenarnya bertujuan untuk pemerataan sekolah dan mengubah paradigma sekolah favorit. Tapi ternyata paradigma sekolah favorit itu masih ada, jadi orang tua masih ingin anak-anaknya sekolah di favorit," ujar Bey di Gedung DPRD Jabar, Bandung, Senin.
Bey juga menjelaskan aturan mengenai zonasi sendiri adalah menghitung jarak dari sekolah ke rumah secara garis lurus.
Jadi, walaupun jalur dari rumah ke sekolah harus melewati jalan yang berputar, namun akan tetap dihitung lebih dekat karena ditarik garis lurus.
"Ada orang tua yang merasa rumahnya sudah dekat tapi ada yang lebih dekat lagi. Aturan zonasi itu betul-betul kami hitung dan itu bukan dihitung belok-beloknya tapi garis lurus dari sekolah ke rumah, jadi walaupun rumahnya bersebelahan tapi berputar karena tidak ada jalan tetap dia yang lebih dekat karena ditarik garis lurus," tuturnya.
Apa yang disampaikan Bey sendiri, berangkat dari dibatalkannya kelulusan 31 siswa atau calon peserta didik (CPD) pada PPDB 2024 karena melanggar aturan domisili oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat membatalkan.
Sebanyak 31 siswa yang dianulir kelulusannya tersebut, merupakan CPD yang mendaftar ke SMAN 3 Bandung (25 CPD) dan SMAN 5 Bandung (enam CPD).