Retno, yang juga pernah bertugas sebagai duta besar di Norwegia dan Belanda, menyebut kisah-kisah di "40 Tahun Mengabdi di Dunia Diplomasi" mengungkapkan sudut pandang di balik layar dapur diplomasi Indonesia.
"... gambaran yang lebih objektif tentang seperti apa sejatinya pekerjaan seorang diplomat," ujarnya.
Menurut para editor, "40 Tahun Mengabdi di Dunia Diplomasi" mengumpulkan keragaman dalam rangka membangun pemahaman yang tepat mengenai makna dan arah politik luar negeri Indonesia ke depan.
Berbeda dari tiga buku serupa sebelumnya, yang lebih menekankan tulisan-tulisan bersifat analisis, buku kali ini lebih memberi bobot pada aspek human interest dari pengalaman masing-masing penulis.
"Ternyata hubungan kemanusiaan sangat melengkapi pelaksanaan tugas di luar negeri," tulis mereka.
Apa yang dipelajari para diplomat selama mengikuti pendidikan Sekolah Dinas Luar Negeri di Kemenlu RI, misalnya, ternyata bukan melulu pengetahuan tentang dunia diplomasi, melainkan juga kegiatan olahraga, piknik bersama, serta olah seni-budaya seperti tari dan paduan suara.
Keragaman sudut pandang tercermin dari pengalaman-pengalaman yang diceritakan para diplomat Indonesia saat mereka ditugaskan, antara lain di kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, Afrika, Amerika, Eropa. Banyak di antara mereka ditempatkan sebagai duta besar atau konsulat jenderal.
Maka, mengalirlah cerita Rudhito Widagdo soal pendidikan anak-anak TKI di Sabah, kesempatan langka Nahari Agustini bertemu pemimpin revolusioner Libya Muammar Gaddafi --dua kali pula, dan A. Agus Sriyono yang mengenal Paus Fransiskus dari dekat.
Selain itu, ada cerita Bagas Hapsoro yang ketika sebagai duta besar RI di Stockholm mempersiapkan substansi kunjungan Raja Swedia dan Ratu Silvia ke Indonesia pada 2017. Bertempat di Wisma Indonesia, Bagas bersama sang Raja membahas berbagai topik, mulai dari perubahan iklim hingga lagu "Kodok Ngorek".
Esti Andayani, yang terakhir kali dalam penugasannya sebagai diplomat RI menjabat sebagai duta besar untuk Italia, menekankan prinsip yang harus dicermati "bahwa setiap negara memiliki budaya, tradisi, dan aturan sendiri.
Resensi buku - Mengintip dapur diplomasi Indonesia di luar negeri
Oleh Tia Mutiasari Minggu, 19 Mei 2024 7:10 WIB