Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat fokus dalam empat hal yang sangat memerlukan perhatian serius untuk menjaga stabilitas inflasi di Jabar, mulai dari mengelola harga-harga tetap terjangkau, hingga komunikasi efektif.
"Hal-hal tersebut sangat memerlukan perhatian serius, pertama adalah bagaimana harga-harga tetap terjangkau," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman di Bandung, Sabtu.
Kemudian yang kedua, kata Herman, adalah pentingnya kepastian pasokan barang dan jasa.
Lalu yang ketiga, adalah komunikasi yang efektif antartingkatan pemerintahan, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga desa dengan memanfaatkan data sebagai basis komunikasi.
"Yang terakhir adalah atensi khusus yang harus diberikan pada kabupaten/kota tertentu, yang harus menjaga konsistensi. Serta, kabupaten/kota harus elaborasi dan berkolaborasi dengan pemerintah provinsi," ucapnya.
Herman mengatakan, mengawal dan menjaga stabilitas inflasi merupakan komitmen Pemprov Jawa Barat, karenanya Pemprov Jabar sangat memberi perhatian atas persoalan tersebut.
"Kami rewel dan harus konsisten dalam mengendalikan inflasi, karena kalau tidak terkendali, maka harga akan naik dan daya beli turun. Kalau daya beli turun, maka konsumsi turun dan masyarakat pasti miskin," ujar Herman.
Sementara, ketika inflasi terkendali, harga-harga cenderung tetap terjangkau bagi masyarakat, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga karena mereka dapat membeli barang dan jasa dengan harga yang sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.
Daya beli yang terjaga akan mendorong konsumsi yang baik, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan.
"Ini membentuk siklus dimana pengendalian inflasi menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Inflasi Jabar
"Hal-hal tersebut sangat memerlukan perhatian serius, pertama adalah bagaimana harga-harga tetap terjangkau," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman di Bandung, Sabtu.
Kemudian yang kedua, kata Herman, adalah pentingnya kepastian pasokan barang dan jasa.
Lalu yang ketiga, adalah komunikasi yang efektif antartingkatan pemerintahan, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga desa dengan memanfaatkan data sebagai basis komunikasi.
"Yang terakhir adalah atensi khusus yang harus diberikan pada kabupaten/kota tertentu, yang harus menjaga konsistensi. Serta, kabupaten/kota harus elaborasi dan berkolaborasi dengan pemerintah provinsi," ucapnya.
Herman mengatakan, mengawal dan menjaga stabilitas inflasi merupakan komitmen Pemprov Jawa Barat, karenanya Pemprov Jabar sangat memberi perhatian atas persoalan tersebut.
"Kami rewel dan harus konsisten dalam mengendalikan inflasi, karena kalau tidak terkendali, maka harga akan naik dan daya beli turun. Kalau daya beli turun, maka konsumsi turun dan masyarakat pasti miskin," ujar Herman.
Sementara, ketika inflasi terkendali, harga-harga cenderung tetap terjangkau bagi masyarakat, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga karena mereka dapat membeli barang dan jasa dengan harga yang sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.
Daya beli yang terjaga akan mendorong konsumsi yang baik, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan.
"Ini membentuk siklus dimana pengendalian inflasi menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Inflasi Jabar
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat pada April 2024 inflasi secara tahunan (year on year/yoy) Provinsi Jabar sebesar 3,07 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,94.
Inflasi tertinggi di Kabupaten Subang sebesar 4,31 persen dengan IHK sebesar 108,69, dan terendah terjadi di Kota Bandung sebesar 2,42 persen dengan IHK sebesar 106,12.
Inflasi tahunan dipicu kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, mulai dari yang tertinggi, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 6,41 persen.
Kemudian kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,53 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,45 persen.
Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,30 persen.
Untuk tingkat inflasi bulanan (month to month/mtm) Provinsi Jabar bulan April 2024, sebesar 0,15 persen. Sedangkan tingkat inflasi sepanjang tahun (year to date/ytd) sebesar 1,27 persen.
Selain itu, BPS Jabar juga mencatat neraca perdagangan Jawa Barat pada Maret 2024 mengalami surplus dari sisi nilai sebesar 2,15 miliar dolar AS.
Nilai tersebut ditunjang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar 2,4 miliar dolar AS, sedangkan komoditas migas defisit sebesar 255,41 juta dolar AS.
Dari sisi volume perdagangan luar negeri, pada Maret 2024 terjadi surplus sebesar 123,69 ribu ton, yang disumbang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar 512,97 ribu ton, sedangkan komoditas migas defisit sebesar 389,29 ribu ton.
Dilihat dari transaksi perdagangan nonmigas dengan 13 negara mitra dagang utama, pada periode Maret 2024, Jabar mengalami defisit neraca perdagangan dengan China dan Taiwan senilai 56,55 juta dolar AS, menurun dibanding bulan sebelumnya hingga sebesar 131,59 juta dolar AS.
Sedangkan perdagangan nonmigas dengan negara utama lainnya menunjukkan surplus dengan yang terbesar adalah dengan Amerika Serikat yang mencapai 505,92 juta dolar AS.
Inflasi tertinggi di Kabupaten Subang sebesar 4,31 persen dengan IHK sebesar 108,69, dan terendah terjadi di Kota Bandung sebesar 2,42 persen dengan IHK sebesar 106,12.
Inflasi tahunan dipicu kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, mulai dari yang tertinggi, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 6,41 persen.
Kemudian kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,53 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,45 persen.
Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,30 persen.
Untuk tingkat inflasi bulanan (month to month/mtm) Provinsi Jabar bulan April 2024, sebesar 0,15 persen. Sedangkan tingkat inflasi sepanjang tahun (year to date/ytd) sebesar 1,27 persen.
Selain itu, BPS Jabar juga mencatat neraca perdagangan Jawa Barat pada Maret 2024 mengalami surplus dari sisi nilai sebesar 2,15 miliar dolar AS.
Nilai tersebut ditunjang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar 2,4 miliar dolar AS, sedangkan komoditas migas defisit sebesar 255,41 juta dolar AS.
Dari sisi volume perdagangan luar negeri, pada Maret 2024 terjadi surplus sebesar 123,69 ribu ton, yang disumbang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar 512,97 ribu ton, sedangkan komoditas migas defisit sebesar 389,29 ribu ton.
Dilihat dari transaksi perdagangan nonmigas dengan 13 negara mitra dagang utama, pada periode Maret 2024, Jabar mengalami defisit neraca perdagangan dengan China dan Taiwan senilai 56,55 juta dolar AS, menurun dibanding bulan sebelumnya hingga sebesar 131,59 juta dolar AS.
Sedangkan perdagangan nonmigas dengan negara utama lainnya menunjukkan surplus dengan yang terbesar adalah dengan Amerika Serikat yang mencapai 505,92 juta dolar AS.