Kota Bogor (ANTARA) - Wakil Wali Kota Bogor, Jawa Barat, Dedie A Rachim, menjelaskan penyebab Terminal Baranangsiang di wilayahnya belum direvitalisasi karena masih menunggu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung.
Dedie di Kota Bogor, Jumat, mengatakan apabila pendapat hukum (legal opinion/LO) sudah keluar, maka terminal yang dikelola Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ini bisa memiliki opsi-opsi revitalisasi.
“Nah nanti opsi-opsi apa yang bisa diambil oleh Pemerintah Pusat, misalnya diputus kontrak, artinya APBN bisa turun untuk bisa membangun ini. Tetapi kalau kemudian ada adendum, berarti ada kerja sama baru yang kemudian harus dievaluasi,” jelasnya.
Selain itu, sambung Dedie, ada juga opsi menjadikan Terminal Baranangsiang sebagai area Transit Oriented Development (TOD).
Dedie menyebut, hal itu mengacu pada Peraturan Presiden 49/2017, yang menyebut bahwa ada percepatan perpanjangan koneksi Light Rail Transit (LRT) Bodebek masuk ke Terminal Baranangsiang.
“Artinya ini mungkin karena dulunya belum ada Perpres, belum dipikirkan bagaimana LRT masuk ke sini. Tapi sesuai dengan keluarnya Perpres di 2017, mungkin ke depan pihak BPTJ memikirkan ini terintegrasi juga dengan LRT,” ujarnya.
Ke depan, kata Dedie, perlu dihitung besaran terminal, urusan komersial, panjang LRT, serta rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor membangun sistem perkeretaapian perkotaan.
“Ini yang kemudian harus kita duduk bersama BPTJ, Kemenhub, Ditjen Hubdat, Ditjen Perkeretaapian, dan lain-lain,” kata Dedie.