Bandung (ANTARA) - Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jawa Barat (Jabar) mengungkapkan bahwa debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2023 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2022.
"Untuk tahun 2023, terdapat penurunan debitur KUR sebesar 51,5 persen dari tahun 2022 lalu," kata Kepala Perwakilan Kemenkeu Provinsi Jabar Heru Pudyo Nugroho, di Bandung, Selasa.
Baca juga: Sekda Jabar dorong pemberian KUR bagi pekerja migran
Heru menerangkan bahwa penyaluran KUR di Jabar pada Januari sampai dengan Desember 2023, mencapai Rp29,12 triliun kepada 558.316 debitur dengan skema terbesar pada KUR Mikro (63,9 persen), namun jumlah tersebut mengalami penurunan dari segi debitur lebih dari setengahnya disebabkan beberapa faktor.
Pertama, kata Heru, terdapat fenomena ekonomi dan daya beli yang melemah hingga berpengaruh terhadap kredit yang ikut melemah, termasuk menurunnya jumlah wirausahawan baru, serta imbas dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
"Jadi dari sisi demand masyarakat ada penurunan berpengaruh terhadap pertumbuhan UMKM yang akses KUR, serta pengaruh suku bunga acuan BI yang berpengaruh terhadap bunga pinjaman," ujar Heru pula.
Pada 2023, kata Heru lagi, bunga pinjaman kembali normal dari tahun-tahun sebelumnya di mana terdampak dari pelambatan ekonomi akibat COVID-19 yang terdapat keringanan subsidi bunga dan subsidi margin KUR.
"Mulai 2022 mulai dicabut ini karena sudah masa recovery, pada 2023 sudah full dicabut dan bunga yang dibebankan ke debitur kembali ke sebelum COVID-19, sementara aktivitas ekonomi di masyarakat belum pulih dari dampak COVID-19," ujarnya lagi.
Kedua, kata dia, pelaku UMKM kesulitan mengakses pembiayaan KUR karena terganjal persyaratan rekam jejak serta asesmen kelayakan calon debitur, yaitu belum pernah menerima kredit/pembiayaan investasi/modal kerja komersial.
"Kemudian, perubahan suku bunga berjenjang menyebabkan perubahan pada sistem perbankan yang membutuhkan waktu penyesuaian di mana setelah COVID-19 kini bunga berjenjangnya pinjaman pertama 6 persen, kedua 7 persen, ketiga 8 persen, dari asalnya 3 persen saat COVID-19," ujarnya pula.
Keempat, kata dia lagi, adanya perubahan pasar yang mengarah ke digitalisasi hingga persaingan usaha menjadi lebih ketat. Terakhir adanya eskalasi kenaikan sektor bisnis KUR terutama skema super mikro yang relatif tertahan karena pasarnya terbatas dan pelaku usaha enggan naik kelas.