Subang, Jawa Barat (ANTARA) -
Karena, kata Komisioner KPU Jawa Barat Hedi Ardia, informasi yang disebar melalui medsos tidak melalui proses verifikasi, sehingga lebih banyak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan apakah sesuai fakta atau tidak.
"Tidak ada yang bisa memastikan informasi di medsos itu benar atau tidak," ucap Hedi di Kabupaten Subang, Rabu.
Munculnya informasi yang diragukan kebenarannya, menurut Hedi, sejatinya membahayakan suasana kondusif perhelatan pemilu, karena tidak menutup kemungkinan menimbulkan perpecahan.
"Ini mengancam keberlangsungan demokrasi, sehingga masyarakat diharapkan dapat lebih jeli dan melakukan pengecekan ulang, jangan menerima informasi secara mentah," katanya.
Hal tersebut diamini oleh Sekretaris Jenderal PWI Jabar Tantan Sulthon Bukhawan. Dia menilai media massa bisa menangkal berbagai informasi salah atau hoaks yang kerap bertebaran di medsos, salah satu caranya dengan inovasi mengikuti era digital.
PWI Jabar menilai, dengan inovasi itu media massa mampu melahirkan informasi yang faktual dan mendidik sesuai kode etik jurnalistik, di samping bertahan dari gempuran persaingan dengan medsos.
"Digitalisasi kesempatan kita juga. Kerja di media konvensional bukan berarti tidak relevan, tapi bagaimana inovasi baru produk jurnalistik. Tapi tidak melupakan tugas kita sebagai kontrol. Jadi jembatan, memproduksi informasi dengan tata cara yang sudah jadi pakem," kata Tantan.Terlebih, pada tahun politik seperti saat ini, lanjut dia, di mana tidak sedikit oknum yang memanfaatkan medsos untuk menjatuhkan figur tertentu hanya demi menang di Pemilu 2024.
"Saat pemilu selalu muncul hal-hal yang mengaburkan informasi. Ini menjadi kewajiban dan tugas media menciptakan konten yang betul-betul bisa dipercaya masyarakat," ucapnya.