Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo mengatakan masih banyak masyarakat yang belum memahami sepenuhnya perbedaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).
"Saat ini masih banyak yang salah persepsi soal BPIH dan Bipih. Itu dua hal yang berbeda," kata Wibowo di Bogor, Jumat.
Masalah BPIH dan Bipih ini menjadi perbincangan hangat di media sosial, tatkala Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan BPIH 2024 sebesar Rp105 juta dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI.
Sejumlah pihak menyayangkan nilai usulan tersebut yang begitu besar dan dianggap akan memberatkan para peserta haji.
Wibowo mengatakan penjelasan dua istilah tersebut bisa dilihat dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 dijelaskan, BPIH adalah sejumlah dana yang digunakan untuk operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pasal 44 menyebutkan bahwa BPIH bersumber dari Bipih (biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayar jamaah), anggaran pendapatan dan belanja negara, Nilai Manfaat, Dana Efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bipih, kata Wibowo, adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
Sementara Nilai Manfaat adalah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Adapun Dana Efisiensi adalah dana yang diperoleh dari hasil efisiensi biaya operasional penyelenggaraan Ibadah haji.
"Kalau kemarin Kemenag mengusulkan biaya haji 2024 rata-rata sebesar Rp105 juta, itu adalah BPIH. Sedangkan yang harus dibayar langsung oleh jamaah itu namanya Bipih," kata dia.
Banyak masyarakat yang belum paham BPIH dan Bipih, ini penjelasannya
Jumat, 17 November 2023 12:51 WIB