Bandung (ANTARA) -
"Sudah 204 ribu ton beras yang diserap dari target 302 ribu ton. Targetnya ini memang diturunkan atas perintah pusat dari target sebelumnya 500 ribu ton," kata Pimpinan Wilayah Bulog Jabar Muhammad Attar Rizal, di Gedung Sate, Bandung, Senin.
Baca juga: Bulog salurkan 65.453 ton beras SPHP ke seluruh Jabar untuk kendalikan harga
Penurunan ini diindikasikan dia, tidak terlepas dari kekeringan yang memberi dampak signifikan dalam ketersediaan beras karena mempengaruhi jumlah produksi normal pada umumnya.
"Artinya yang pertama produksi menurun akibat kekeringan. Yang kedua harga, kalau serapan di PSO tetap patokannya. Kalau produktivitas itu biasanya 6-7 (hektare) sekarang bisa sampai 3-4 ton per hektare," ujarnya.
Dengan pasokan yang terdampak kekeringan, kata dia, akhirnya ada kenaikan harga termasuk untuk beras jenis Public Service Obligation (PSO) yang cenderung tinggi dari ambang batas yang ditetapkan pemerintah.
Kenaikan itu juga diakuinya cukup signifikan dari biasanya Rp5 ribu sampai Rp6 ribu, kini sudah menyentuh di Rp7.300 per kilogram.
"Untuk harga PSO kami akan menerapkan serapan harga Rp9.950. Harga di pasar sudah sampai Rp11 ribu. Karena itu kita belum bisa serap untuk PSO," ujarnya pula.
Kendati demikian, Attar mengaku tetap optimistis terkait situasi yang terjadi saat ini, melalui sejumlah upaya, kenaikan harga dapat dikendalikan.
"Tetap harus optimis sambil melihat, karena ini ada bantuan bagi beberapa KPM (4,1 juta keluarga) Jabar. Itu juga bisa membantu menurunkan harga dan kita nanti masuk lagi," katanya lagi.
Attar mengaku ketersediaan beras dipastikan aman hingga Desember 2023 mendatang, di mana saat ini stok beras mencapai 133 ribu ton yang akan terus bertambah, seiring dengan adanya panen yang dilakukan di beberapa titik, serta impor dari luar negeri.
"Kita terus top up, seiring ada panen di beberapa spot kalau memang harganya masuk. Cukup sampai 3-4 bulan. Ini akan masuk lagi dari luar negeri dan kita top up lagi dari panen raya," ujarnya menambahkan.