Purwakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengkritisi perencanaan pembangunan SMA/SMK di wilayah Jawa Barat menyusul munculnya istilah infak pendidikan yang harus dipenuhi orang tua siswa.
“Andaikata Pemprov Jabar membuat rencana pembangunan, dibuat skala prioritas, diutamakan pendidikan, maka fasilitas sekolah cukup," kata Dedi melalui sambungan telepon, di Purwakarta, Jumat.
Ia menyampaikan kalau sebenarnya anggaran pendidikan itu cukup besar. Jadi daripada anggarannya digunakan untuk kepentingan lain yang kurang dirasa manfaatnya bagi masyarakat, maka harus digunakan untuk memenuhi fasilitas sekolah.
Dengan begitu, pihak sekolah melalui komite tidak harus meminta orang tua siswa membayar infak atau sumbangan pendidikan.
Selama ini, katanya, akibat kurangnya bantuan anggaran, maka pihak sekolah harus memutar otak agar standar operasional terpenuhi. Sasarannya ialah meminta sumbangan kepada orang tua siswa. Hal tersebut jadi bertolak belakang dengan jargon sekolah negeri gratis.
“Ini otokritik dari saya. Perjalanan dinas pejabat (Pemprov Jabar) bisa sampai luar negeri, kenapa anggaran sekolah tidak cukup? Ini berakibat sekolah membuat istilah baru, yaitu infak pendidikan," katanya.
Hal tersebut diungkapkan setelah mantan Bupati Purwakarta dua periode ini menerima aduan dari orang tua dan sekolah SMAN 1 Cimahi terkait ijazah siswa yang ditahan sekolah karena belum melunasi infak pembangunan masjid, kini giliran para guru dan kepala sekolah bertemu Dedi Mulyadi.
Bidang Kesiswaan SMAN 1 Cimahi Sumarja menjelaskan infak atau sumbangan tersebut diperuntukkan untuk membangun masjid yang baru selesai 20 persen. Karena tidak ditentukan jumlah uangnya, maka disebut sumbangan atau infak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dedi Mulyadi kritisi perencanaan pembangunan sekolah di Jabar
Anggota DPR RI kritisi perencanaan pembangunan sekolah di Jabar
Jumat, 23 Juni 2023 21:59 WIB