Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyebut energi fosil masih diperlukan hingga 50 tahun ke depan, sehingga peran energi baru terbarukan (EBT) dalam menjaga ketahanan energi adalah sebagai komplementer bukan substitusi.
‘’Dalam 50 tahun ke depan, energi fosil masih sangat diperlukan. Lifting minyak dan gas akan terus berlanjut dan tak akan berhenti. Meskipun sudah ada EBT (energi baru terbarukan), energi fosil masih dibutuhkan khususnya untuk industri petrochemical (petrokimia),’’ kata Komaidi dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin.
Menyikapi hal tersebut, Komaidi berharap industri minyak bumi dan gas (migas) nasional dapat terus mempersiapkan diri. Tidak hanya terkait perubahan atau transisi energi yang menuntut Pertamina beradaptasi dengan perubahan zaman, tetapi juga harus memperhatikan pemenuhan energi fosil untuk sekitar 50 tahun mendatang.
‘’Saya rasa kegiatan eksplorasi atau lifting migas akan terus berlangsung, karena kebutuhan energi akan terus berlangsung terus menerus. Namun, kondisi itu memang harus diimbangi dengan energi terbarukan,’’ katanya.
Lebih lanjut Komaidi menjelaskan mengenai masih pentingnya peran energi fosil dalam ketahanan energi ini, sebelumnya juga telah disampaikan mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Melalui akun Instagramnya @arcandra.tahar, Arcandra mengatakan banyak negara maju mengubah strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan energi pasca konflik Rusia-Ukraina.
Uni Eropa mulai menyadari masa transisi energi menuju net zero emission memerlukan waktu dan energi fosil belum bisa tergantikan. setidaknya untuk 30 tahun ke depan.
‘’Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah dipensiunkan, kembali dioperasikan akibat energi yang berasal dari angin dan matahari belum mampu memenuhi kebutuhan setelah pandemi. Tahun 2022 Jerman menghidupkan kembali PLTU sekitar 9 GW,’’ kata Arcandra dalam unggahan Instagramnya, Sabtu (3/6).
Arcandra menambahkan, krisis energi yang terjadi di Eropa berdampak pada mahalnya harga batu bara dan gas. Naiknya harga energi lantas mendorong inflasi tinggi dan menyebabkan harga kebutuhan pokok meroket.