Dalam pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004 disebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Menurut Syahril, pasal-pasal tersebut masih dalam pembahasan oleh DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki.
Dikatakan Syahril ada beberapa usulan baru pasal terkait dalam RUU Kesehatan di luar pasal-pasal pelindungan hukum yang sudah berlaku saat ini.
Salah satunya adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan. RUU Kesehatan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perselisihan, seperti yang tertuang dalam Pasal 322 ayat 4 Daftar Inventarisasi versi pemerintah yang memuat antiperundungan.
"Tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan," katanya.
Pelindungan bagi peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan dari kekerasan fisik, mental dan perundungan juga tertuang dalam Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah.
RUU Kesehatan juga memuat perlindungan untuk peserta didik dalam menjamin hak mereka mengakses bantuan hukum saat terjadi sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan
"Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 208E ayat 1 huruf a DIM Pemerintah," katanya.
Penolakan RUU Kesehatan hambat peningkatan perlindungan hukum bagi nakes
Minggu, 14 Mei 2023 10:00 WIB