Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam poin ketiga petisi FGBLP dalam usulannya untuk menunda pengesahan RUU Kesehatan.
"(a) Hilangnya pasal terkait mandatory spending yang tidak sesuai dengan amanah Abuja Declaration WHO dan TAP MPR RI X/MPR/2001," kata Perwakilan FGBLP Laila Nuranna dalam acara konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan isu tersebut berpotensi mengganggu ketahanan kesehatan bangsa karena tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah kepada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat.
Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah menjelaskan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengusulkan mekanisme rencana induk kesehatan lima tahun sebagai metode baru menggantikan program mandatory spending.
"Pengalaman mandatory spending itu tidak 100 persen mencapai tujuan. Tujuan dialokasikan mandatory spending bukan besarnya alokasi, tapi adanya komitmen spending (pengeluaran) anggaran dari pemerintah untuk memastikan program di sektor tertentu bisa berjalan," katanya usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta pada 19 Juni 2023.
Berbekal pengalaman tersebut, Kemenkes telah berupaya mengusulkan metode lain yang lebih efektif dan efisien untuk mencapai pemenuhan dari substansi alokasi anggaran kesehatan yaitu komitmen pemerintah untuk melaksanakan program di sektor tertentu.
Metode baru tersebut dikonsultasikan ke Komisi IX DPR RI untuk menyusun program yang lebih jelas agar pelaksanaan program kesehatan di berbagai sektor dapat menyerap anggaran secara maksimal.