“Berdasar tren tahun-tahun sebelumnya, inflasi pada Ramadhan 2023 perlu dikelola dan dengan mengendalikan harga-harga komoditas yang kemungkinan akan dominan mendorong inflasi, antara lain bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, daging ayam ras, dan beberapa komoditas lain,” kata Pudji dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Dalam empat tahun terakhir, ia merinci, pada 2019 bulan Ramadhan jatuh pada Mei di mana inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,68 persen yang didorong oleh kenaikan harga komoditas cabai merah, daging ayam ras, bawang putih, ikan segar, angkutan antarkota, dan telur ayam ras.
Ramadhan pada 2020 jatuh pada April yang mengalami inflasi sebesar 0,08 persen, didorong oleh komoditas bawang merah, emas perhiasan, gula pasir, bahan bakar rumah tangga, pepaya, dan rokok kretek filter.
Selanjutnya pada 2021, Ramadhan berada di bulan April dengan inflasi mencapai 0,13 persen karena kenaikan harga daging ayam ras, minyak goreng, jeruk, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan, dan anggur.
“Pada 2022 Ramadhan jatuh pada April di mana terjadi inflasi sebesar 0,95 persen, yang utamanya didorong oleh kenaikan harga komoditas minyak goreng, bensin, daging ayam ras, tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, dan telur ayam ras,” katanya.
Sepanjang 2022 inflasi tercatat mencapai 5,51 persen didorong oleh kenaikan harga kelompok pengeluaran transportasi dengan inflasi 15,26 persen dengan andil 1,84 persen.
Komoditas penyumbang inflasi secara tahunan tertinggi antara lain adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, beras, rokok filter, telur ayam ras, dan harga kontrak rumah.