Depok (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, Jawa Barat memaparkan sejumlah program, inovasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak yang telah dilaksanakan dalam upaya mengurangi angka stunting di daerah itu.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris di Depok, Sabtu, menjelaskan prevalensi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang ditandai dengan tinggi badan di bawah standar (stunting) di daerah itu pada 2022 sebesar 3,48 persen atau sekitar 3.637 balita.
"Menurut WHO prevalensi 3,48 persen masuk kategori rendah," ujar Idris.
Idris mengatakan dalam penanganan stunting Pemerintah Kota Depok memiliki tekad yang kuat, karena permasalahan ini sangat kompleks, karena berdampak pada generasi masa depan.
Oleh sebab itu, Pemkot Depok membuat inovasi dan kolaborasi penanganan stunting bersama pemangku kepentingan. Inovasi tersebut, di antaranya Depok Sukses Bebas Stunting Mewujudkan Kota Ramah Anak (D'Sunting Menara), Disdik Melawan Stunting, Sekolah Pra-Nikah, Gemar Makan Ikan dan Gerimis Telur.
"Selain itu, ada Forum Anak Lawan Stunting, ada juga program anak-anak GenRe, yaitu Ngobrol Kecil Tapi Asik Bareng Duta GenRe, ini beberapa kegiatan dan inovasi untuk menangani permasalahan stunting. Kami juga membuat pusat pemulihan gizi buruk di Puskesmas Sukmajaya sejak 2008 dan pertama di Indonesia," paparnya.
Sementara itu, untuk penduduk miskin di Kota Depok persentase pada 2021 adalah 2,58 persen. Posisi Kota Depok saat itu tiga terendah se-Indonesia, setelah Kota Sawahlunto dan Kota Tanggerang Selatan (Tangsel).
"Pada 2022 berada di posisi lima terendah di bawah Kota Sawahlunto, Balikpapan, Bangka Barat, Kota Tangsel, dengan besaran 2,53 persen penduduk miskin Kota Depok," tuturnya.