Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengatakan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Dasa Sila Bandung tidak hanya meletakkan prinsip non-intervensi atas kedaulatan bangsa, tetapi juga menjadi piagam kemerdekaan bagi bangsa yang berjuang dari penjajahan.
"Maroko, Tunisia, Sudan, tadi saya sedikit cerita Aljazair adalah sedikit contoh negara-negara yang kemudian merdeka. Bangsa-bangsa yang baru merdeka itu benar-benar digerakkan oleh suatu tekad agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," kata Megawati saat memberikan sambutan secara virtual dalam pembukaan "Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective" di Gedung ANRI, Jakarta, Senin.
Megawati menceritakan soal sejarah berikutnya yang mencatat bagaimana KAA dan Gerakan Non-Blok menjadi satu napas perjuangan umat manusia bagi tata dunia baru, yakni mengedepankan penghormatan terhadap kemerdekaan, kesetaraan antarbangsa, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan bagi perdamaian dunia.
"Karena itulah tidak berlebihan sekiranya saya mengatakan bahwa Konferensi Asia-Afrika telah menjadi dasar dan ruh bagi terbangunnya solidaritas antarbangsa; dan Gerakan Non-Blok menjadi wadah, menjadi gerakan pembebasan bangsa-bangsa dari himpitan perang dunia dan penjajahan yang masih berjalan pada waktu itu," jelasnya.
Dia menambahkan Gerakan Non-Blok juga telah mengubah gambaran sistem internasional di mana perubahan fundamental terjadi ketika gerakan tersebut menyatukan bangsa-bangsa berhaluan progresif.
Selanjutnya, Megawati mengatakan pandangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, baik Blok Barat maupun Blok Timur, mengandung benih-benih kolonialisme dan imperialisme, yang paling ditentang dalam KAA.
"Setelah Konferensi Asia Afrika, kalau kita tahu dan lihat dari dokumentasi yang ada, maka begitu banyak negara-negara di Asia-Afrika yang segera bisa merdeka," imbuhnya.
Oleh karena itu, perjuangan untuk terus mengawal kembali Gerakan Non-Blok ini menjadi pekerjaan rumah di kemudian hari.
"Karena itulah, Gerakan Non Blok benar-benar menjadi motor perubahan wajah dunia dari bipolar menjadi multipolar," kata Megawati. Dia juga menilai kesetaraan antarnegara belum terwujud di PBB, seperti soal iuran negara ke PBB yang pernah Megawati tanyakan langsung kepada sekretaris jenderal PBB. Jawaban yang didapat, menurut Megawati, negara besar praktis memberikan bantuan lebih besar, sehingga tentu wewenang negara besar seakan-akan lebih besar.
"Jadi, negara besar praktis itu yang memberikan bantuan yang lebih besar. Nah, yang lain tentu seperti apa jadinya, seperti tidak ada kesamaan, tidak ada kesetaraan," katanya.
Soekarno, kata Megawati, juga menegaskan bahwa masa depan dunia tidak boleh ditentukan oleh negara yang memiliki hak veto di PBB. Setiap bangsa seharusnya mendapat kehormatan yang sama.
"Berbagai perubahan fundamental atas lembaga dunia PBB tersebut sangat diperlukan karena Perserikatan Bangsa-Bangsa dinilai sudah tidak mampu meredam konflik. Padahal kan sebenarnya kalau bisa yang memutuskan itu, PBB," katanya.
Megawati juga mengaku pernah berdialog dengan Presiden ke-43 Amerika Serikat George W. Bush, yang saat itu mengatakan akan menyerang Irak dengan cara kilat. Dia merespons bahwa AS seharusnya mendapatkan izin dari PBB dan mempertanyakan maksud serangan kilat oleh AS ke Irak.
"Yang namanya kilat itu apa ya kalau dari strategi militer? Itu yang saya tanya. Satu jamkah, satu harikah, seminggukah, sebulankah? Jadi, kata Presiden George Bush pada saya, katanya begini, kamu itu kok pintar ya Mega. Saya diam saja, terus saya tanya, kok kamu bilang begitu?" kata Megawati.
"Saya kan mesti tahu dong, ini juga karena saya harus juga berbicara mengenai Pancasila dan juga dengan Dasa Sila Bandung-nya, karena saya berkewajiban sebagai presiden Republik Indonesia (saat itu), karena saya tidak setuju bahwa sebuah negara akan melakukan sebuah penyerangan. Tapi kan pada keadaannya, ternyata waktu itu beliau agak sedikit marah, dia bilang begini, kamu selalu bela Saddam Husein?. Saya nggak bela Saddam Husein, saya bela rakyat Irak, yang pasti apa pun juga kan menderita. Jadi, kalau kamu berpikir bahwa kamu nggak cocok dengan Saddam Husein, sudahkah ada ahli Islam-mu yang harusnya menerangkan, Saddam Husein itu siapa? Saya bilang begitu; tapi akhirnya tetap saja toh (Irak) diserang (AS)," cerita Megawati.
Oleh karena itu, Megawati menilai wajar jika PBB dianggap tidak bisa lagi meredam konflik, terlebih dengan meningkatnya teknologi termasuk sebagai ancaman senjata pemusnah.
Sebelumnya dilaporkan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengemukakan Peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika menjadi momentum untuk membangkitkan semangat perdamaian dunia."Maroko, Tunisia, Sudan, tadi saya sedikit cerita Aljazair adalah sedikit contoh negara-negara yang kemudian merdeka. Bangsa-bangsa yang baru merdeka itu benar-benar digerakkan oleh suatu tekad agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," kata Megawati saat memberikan sambutan secara virtual dalam pembukaan "Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective" di Gedung ANRI, Jakarta, Senin.
Megawati menceritakan soal sejarah berikutnya yang mencatat bagaimana KAA dan Gerakan Non-Blok menjadi satu napas perjuangan umat manusia bagi tata dunia baru, yakni mengedepankan penghormatan terhadap kemerdekaan, kesetaraan antarbangsa, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan bagi perdamaian dunia.
"Karena itulah tidak berlebihan sekiranya saya mengatakan bahwa Konferensi Asia-Afrika telah menjadi dasar dan ruh bagi terbangunnya solidaritas antarbangsa; dan Gerakan Non-Blok menjadi wadah, menjadi gerakan pembebasan bangsa-bangsa dari himpitan perang dunia dan penjajahan yang masih berjalan pada waktu itu," jelasnya.
Dia menambahkan Gerakan Non-Blok juga telah mengubah gambaran sistem internasional di mana perubahan fundamental terjadi ketika gerakan tersebut menyatukan bangsa-bangsa berhaluan progresif.
Selanjutnya, Megawati mengatakan pandangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, baik Blok Barat maupun Blok Timur, mengandung benih-benih kolonialisme dan imperialisme, yang paling ditentang dalam KAA.
"Setelah Konferensi Asia Afrika, kalau kita tahu dan lihat dari dokumentasi yang ada, maka begitu banyak negara-negara di Asia-Afrika yang segera bisa merdeka," imbuhnya.
Oleh karena itu, perjuangan untuk terus mengawal kembali Gerakan Non-Blok ini menjadi pekerjaan rumah di kemudian hari.
"Karena itulah, Gerakan Non Blok benar-benar menjadi motor perubahan wajah dunia dari bipolar menjadi multipolar," kata Megawati. Dia juga menilai kesetaraan antarnegara belum terwujud di PBB, seperti soal iuran negara ke PBB yang pernah Megawati tanyakan langsung kepada sekretaris jenderal PBB. Jawaban yang didapat, menurut Megawati, negara besar praktis memberikan bantuan lebih besar, sehingga tentu wewenang negara besar seakan-akan lebih besar.
"Jadi, negara besar praktis itu yang memberikan bantuan yang lebih besar. Nah, yang lain tentu seperti apa jadinya, seperti tidak ada kesamaan, tidak ada kesetaraan," katanya.
Soekarno, kata Megawati, juga menegaskan bahwa masa depan dunia tidak boleh ditentukan oleh negara yang memiliki hak veto di PBB. Setiap bangsa seharusnya mendapat kehormatan yang sama.
"Berbagai perubahan fundamental atas lembaga dunia PBB tersebut sangat diperlukan karena Perserikatan Bangsa-Bangsa dinilai sudah tidak mampu meredam konflik. Padahal kan sebenarnya kalau bisa yang memutuskan itu, PBB," katanya.
Megawati juga mengaku pernah berdialog dengan Presiden ke-43 Amerika Serikat George W. Bush, yang saat itu mengatakan akan menyerang Irak dengan cara kilat. Dia merespons bahwa AS seharusnya mendapatkan izin dari PBB dan mempertanyakan maksud serangan kilat oleh AS ke Irak.
"Yang namanya kilat itu apa ya kalau dari strategi militer? Itu yang saya tanya. Satu jamkah, satu harikah, seminggukah, sebulankah? Jadi, kata Presiden George Bush pada saya, katanya begini, kamu itu kok pintar ya Mega. Saya diam saja, terus saya tanya, kok kamu bilang begitu?" kata Megawati.
"Saya kan mesti tahu dong, ini juga karena saya harus juga berbicara mengenai Pancasila dan juga dengan Dasa Sila Bandung-nya, karena saya berkewajiban sebagai presiden Republik Indonesia (saat itu), karena saya tidak setuju bahwa sebuah negara akan melakukan sebuah penyerangan. Tapi kan pada keadaannya, ternyata waktu itu beliau agak sedikit marah, dia bilang begini, kamu selalu bela Saddam Husein?. Saya nggak bela Saddam Husein, saya bela rakyat Irak, yang pasti apa pun juga kan menderita. Jadi, kalau kamu berpikir bahwa kamu nggak cocok dengan Saddam Husein, sudahkah ada ahli Islam-mu yang harusnya menerangkan, Saddam Husein itu siapa? Saya bilang begitu; tapi akhirnya tetap saja toh (Irak) diserang (AS)," cerita Megawati.
Oleh karena itu, Megawati menilai wajar jika PBB dianggap tidak bisa lagi meredam konflik, terlebih dengan meningkatnya teknologi termasuk sebagai ancaman senjata pemusnah.
“Kami yakin Dasasila Bandung yang dihasilkan dalam Konferensi Asia Afrika masih relevan dengan situasi dan kondisi hari ini. Perdamaian masih dibutuhkan oleh bangsa-bangsa di dunia,” kata Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum pada acara Peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Halaman Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin.
“Oleh karena itu momentum kali ini tiada lain untuk mengingatkan dunia, bahwa kita harus berdamai dengan siapapun,” ujarnya.
Pak Uu berharap, peringatan KAA juga menyentuh kembali perhatian dunia untuk rakyat Palestina, yang hingga saat ini masih mengalami konflik dan peperangan.
Ia mengajak masyarakat untuk berdoa bersama di bulan suci Ramadan bagi perdamaian di Palestina.
“Saya berharap dengan momentum hari yang bersejarah ini, negara-negara di dunia memberikan perhatian terhadap rakyat Palestina yang sudah sekian puluh tahun selalu terjadi konflik dan peperangan,” kata Pak Uu.
“Jangan biarkan Palestina sendirian. Terutama kepada negara-negara Islam, minimal kita berdoa di bulan Ramadan ini untuk perdamaian di Palestina,” lanjutnya.
Sementara itu, Diplomat Ahli Utama Kementerian Luar Negeri Teguh Wardoyo menuturkan, momentum peringatan 67 tahun KAA ini menitikberatkan pada pentingnya menjaga perdamaian.
Momentum ini memiliki arti penting yang menjadi kebanggaan, tak hanya bagi masyarakat Bandung khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, namun berpengaruh terhadap bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
“Mengutip pidato Presiden Soekarno pada pembukaan KAA 67 tahun lalu, tak ada tugas yang lebih mendesak daripada memelihara perdamaian,” kata Teguh.
“Tanpa perdamaian, kemerdekaan kita tak banyak faedahnya. Pemulihan dan pembangunan negeri kita akan sedikit sekali artinya,” lanjut Teguh yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh RI Untuk Kerajaan Yordania Hasyimiah merangkap Otoritas Nasional Palestina.
Ia juga mengatakan, tema peringatan 67 Tahun KAA, yakni "Recover Together, Recover Stronger" senada dengan semangat kerja sama dan solidaritas dalam membangun bangsa Asia dan Afrika yang digaungkan pada pidato Presiden Soekarno.
Menurutnya, tema tersebut juga membawa makna penting untuk mengimplementasikan kerja sama dan solidaritas tersebut di masa penormalan baru pasca pandemi COVID-19.
“Tema ini mengusung pesan universal berupa semangat pemulihan ekonomi secara bersama pasca pandemi baik bagi kepentingan nasional Indonesia, maupun Asia Afrika,” kata Teguh.
Peringatan 67 Tahun KAA melibatkan lebih dari 300 anggota Pramuka Kwartir Cabang Kota Bandung sebagai pengibar bendera dan drumband.
Keterlibatan Pramuka pada peringatan KAA ini adalah kali pertama dalam tradisi pengibaran bendera di Museum KAA pasca pandemi COVID-19. Tradisi tahunan ini sempat terhenti lantaran menghindari kerumunan di masa pandemi.
"Jadi ini pengibaran bendera perdana bagi Pramuka pasca pandemi. Tahun 2021 lalu staf museum sendiri yang mengibarkannya,” kata Kepala Museum KAA Dahlia Kusuma Dewi, seperti dikutip dari siaran pers tertulis.
Pelaksanaan peringatan 67 tahun KAA ini digelar secara hibrida melalui platform Zoom dan kanal YouTube @asiafricamuseum guna mengindari kerumunan dan menjaga protokol kesehatan.
Dalam peringatan KAA kali ini diagendakan sejumlah rangkaian kegiatan dari April - Juni 2022, diantaranya Peluncuran Perangko Edisi Khusus Peringatan 67 Tahun KAA, "Asian-African Friendship Day: International Students Gathering", serta event tahunan lomba edukasi sejarah "Bandung Historical Study Games".
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Megawati sebut KAA dan Dasa Sila Bandung jadi piagam kemerdekaan