Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan vaksin dosis empat untuk masyarakat umum mulai dipertimbangkan pemerintah, sebab adanya prediksi pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.
"Beberapa negara sudah mulai dosis empat (booster) kedua. Perencanaan itu sudah ada pertimbangannya di Indonesia, karena pandemi jangka panjang," kata Mohammad Syahril yang dikonfirmasi via telepon di Jakarta, Jumat.
Syahril mengatakan sejumlah pakar epidemiologi memperkirakan status pandemi COVID-19 di dunia akan berlangsung dalam waktu yang cukup panjang.
Sementara, para pakar ilmu kesehatan telah menyimpulkan bahwa vaksin COVID-19 dosis lengkap primer serta dosis penguat (booster) sebagai penambah daya tahan tubuh dapat menurun dalam waktu enam bulan.
"Masa aktif atau respons vaksin antibodi setelah enam bulan menurun," katanya.
Apabila terjadi pandemi berkepanjangan, kata Syahril, ada kemungkinan rekomendasi dari berbagai pihak untuk penyelenggaraan program vaksinasi booster kedua.Menurut Syahril, Kemenkes bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) sedang melakukan pembahasan secara intensif berkaitan dengan program vaksinasi dosis keempat untuk masyarakat umum di Indonesia. "Terutama prioritas pada kelompok berisiko tinggi, tenaga kesehatan, usia lanjut, tenaga pelayanan publik, itu semua ada prioritasnya," katanya.
Hal lain yang menjadi pembahasan adalah kemampuan pemerintah dalam penyediaan stok vaksin untuk dosis keempat. "Ada beberapa negara, seperti Indonesia, vaksinasi ketiganya belum terpenuhi," katanya.
Dilansir dari Dashboard Vaksinasi Kementerian Kesehatan RI, vaksinasi penguat di Indonesia baru mencapai 53,89 juta jiwa lebih atau setara 25,88 persen dari target sasaran 208 juta jiwa lebih.
"Sehingga, saat ini kita masih fokus dulu pada pencapaian vaksinasi dosis lengkap primer dan penguat (dosis ketiga)," katanya.
Dorongan agar pemerintah segera menggelar vaksinasi dosis empat salah satunya dilakukan oleh Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman.
Alasannya, vaksin dosis empat penting untuk beberapa kelompok rentan, mengingat virus corona terus bermutasi dengan cepat. "Meski efektivitas vaksin turun, vaksin tetap dibutuhkan untuk mencegah keparahan saat jatuh sakit karena COVID-19," katanya.Menurut Dicky, vaksin penguat disebut mampu menekan angka kematian atau mencegah pasien dirawat di ruang ICU rumah sakit. "Ketika virus corona ini dialami orang yang belum divaksinasi penguat bisa berakibat fatal, bahkan meninggal. Jadi, vaksin ini memang ada kelemahan bahwa dia belum bisa mencegah infeksi 100 persen," katanya.
Sebelumnya Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 melaporkan jumlah warga Indonesia yang telah menerima dosis ketiga atau penguat mencapai 53,83 juta jiwa hingga Kamis, pukul 12.00 WIB.
Data Satgas COVID-19 yang diterima di Jakarta, Kamis, mencatat jumlah penduduk yang telah mendapat suntikan tiga dosis vaksin COVID-19 bertambah 226.234 orang, sehingga mencapai total 53.830.281 orang.
Dengan demikian maka tercatat, suntikan dosis penguat vaksin COVID-19 sudah diberikan pada 25,84 persen dari total warga yang menjadi sasaran vaksinasi COVID-19, sebanyak 208.265.720 juta orang.
Sementara itu, penduduk yang mendapatkan dua dosis vaksin COVID-19 bertambah 39.635 orang menjadi 169.703.944 orang, yang meliputi 81,48 persen dari total sasaran.
Sedangkan penerima dosis pertama bertambah 33.916 orang, sehingga jumlah keseluruhan mencapai 202.079.997 orang atau sudah diberikan pada 97,02 persen dari total sasaran.Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengharapkan jumlah penerima vaksin COVID-19 dosis ketiga meningkat guna mencegah risiko keparahan di tengah kasus yang sedang naik.
"Orang tidak di booster 20 kali risikonya lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang di booster," ujar Menkes Budi.
Saat ini, lanjut dia, masyarakat yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga baru mencapai sekitar 50 juta orang atau sekitar 25 persen dari yang ditargetkan sebanyak 208,26 juta orang.
"Kita ingin lebih banyak karena kasus sedang naik," ujarrnya.
Sementara itu Kementerian Kesehatan RI melaporkan sebanyak 18 orang haji Indonesia mengidap COVID-19 setiba mereka di Tanah Air dari Arab Saudi.
"Per hari ini, tambah 4 orang lagi dari jamaah haji Indonesia yang positif COVID-19. Jadi total ada 18 orang haji yang terkonfirmasi positif," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Budi Sylvana yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu malam.
Menurut Budi, sebanyak 17 orang haji yang positif COVID-19 saat ini ada di Surabaya dan satu lainnya berada di Solo. Seluruh pasien mengalami gejala ringan sehingga memungkinkan untuk menjalani isolasi mandiri di tempat tinggal masing-masing.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertimbangan vaksin dosis empat karena prediksi pandemi berkepanjangan