Ia menilai, kesalahan dalam memilih pesantren justru akan menimbulkan dampak panjang yang akan mempengaruhi dan berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini. Terlebih saat ini marak masuknya ideologi transnasional sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi.
“Padahal, khittah pesantren sejak dahulu adalah doktrin hubhul wathon minal iman, yaitu cinta terhadap tanah air adalah bagian daripada iman. Dan itu yang selama ini menjadi realitas dunia pesantren sepanjang sejarah Nusantara ini,” ujarnya.
Gus Najih melanjutkan, sejatinya selama ini pesantren memiliki andil besar dalam sejarah Nusantara. Pesantren telah mencetak banyak tokoh utama bangsa dari kalangan santri.
“Seperti KH Ma'ruf Amin yang sekarang jadi Wakil Presiden, serta almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menduduki posisi sebagai Presiden. Jadi memang pesantren adalah salah satu cagar pendidikan yang khas Nusantara,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, kekhasan pesantren yang seperti demikian tidak bisa ditemukan di negara lain. Terlebih, pesantren di Nusantara ini memiliki keunggulan corak dan kebudayaannya masing-masing.
“Masing-masing pesantren ini memiliki keunggulan, keunikan dan keragaman kurikulum, sehingga membuat lembaga tersebut semakin kaya warna. Sebagaimana Gus Dur mengatakan, pesantren itu adalah subkultur dari kultur Indonesia yang sangat beragam,” kata Alumni Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus Suriah itu.
Ia mengutip data dari Kementerian Agama, pesantren yang telah melekat sebagai subkultur Nusantara, saat ini tercatat sudah ada hampir 28 ribu pesantren yang ada di Indonesia. Dengan jumlah yang sedemikian banyak, ia menilai perlu adanya regulasi yang ketat untuk mengawasi keberadaan pesantren.
Sekretaris BPET MUI Gus Najih minta masyarakat selektif memilih pesantren
Sabtu, 5 Februari 2022 11:59 WIB

Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M Najih Arromadloni ANTARA/(HO-PMD-BNPT)