Artikel - Konseling Permainan Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatis
Kamis, 25 November 2021 17:17 WIB
Penanganan terhadap individu yang mengalami gangguan kecemasan pasca trauma dapat menggunakan beragam model termasuk pendidikan, exposure, eksplorasi perasaan dan keyakinan dan pelatihan keterampilan pemecahan masalah. Pendekatan yang umum digunakan untuk penanganan gangguan kecemasan pascatrauma adalah (1) cognitive-bevioral therapy yang bertujuan untuk mengubah emosi, pikiran dan perilaku individu; (2) pharmacotherapy untuk mengurangi kecemasan, depresi, sulit tidur, distress dan mati rasa yang kadang-kadang menggunakan obat-obatan; (3) eye movement desentization and reprocessing yang mengkombinasikan exposure therapy dan cognitive behavioral dengan menggerakkan beberapa organ tubuh; (4) group treatment (sebagai model ideal) karena adanya kesempatan untuk berbagi rasa empati, kohesi, dan rasa aman; dan (5) brief psychodynamic psychotherapy yang berfokus pada konflik emosional yang disebabkan oleh peristiwa trauma khususnya pada awal-awal kehidupan.
Konseling Permainan Kelompok sebagai Alternatif Model Bantuan
Permainan telah menjadi bagian dari konseling sejak Melanie Klein dan Anna Freud menggunakan teknik permainan sebagai suatu metode psikoterapi anak pada tahun 1930 (Russ, 2004). Metode ini kemudian dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan teoritis. Sejak tahun 1992 berbagai bentuk permainan telah digunakan dalam terapi anak oleh sebagian besar pekerja klinis sebagaimana dilaporkan oleh Koocher dan De Angelo dalam Russ (2004).
Pada literatur tentang konseling anak disebutkan bahwa terdapat empat fungsi besar permainan, sehingga muncul sebagai hal yang penting dalam konseling. Pertama, permainan merupakan bentuk ekspresi yang alami pada anak. Chethik dalam Russ (2004) menggunakan bahasa dalam permainan. Anak menggunakan permainan untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Kedua, anak juga menggunakan bahasa permainan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan konselor. Komunikasi antara anak dan konselor merupakan hal yang penting bagi konselor untuk memahami makna komunikasi ini sehingga hubungan terapetik dapat dikembangkan. Pemberian label secara aktif oleh konselor, empati, dan interpretasi permainan dapat membantu anak untuk dapat merasakan kenyamanan (Russ, 2004).
Ketiga, permainan ialah sebagai sarana terciptanya insight. Konseptualisasi yang membahas fungsi ini adalah psikodinamik. Teori psikodinamik memandang resolusi emosional terhadap konflik atau trauma sebagai mekanisme perubahan utama pada konseling anak. Anak mengalami kembali konflik perkembangan atau trauma situasional ketika proses konseling. Sebagian besar konflik-konflik yang dialami anak diekspresikan di dalam permainan. Oleh karena itu, proses permainan dianggap sebagai bentuk resolusi konflik. Keempat, ialah permainan memberikan kesempatan kepada anak untuk melatih beragam ide, perilaku interpersonal, dan ekspresi verbal. Permainan yang dilaksanakan terjadi di lingkungan yang aman artinya permainan tersebut disertai orang dewasa, sehingga anak dapat mencoba dan melatih berbagai ekspresi dan perilaku tanpa mempedulikan akibatnya di dunia nyata.
Penggunaan permainan menurut Anna Freud (dalam Russ, 2004) dapat menjadikan proses konseling menjadi lebih responsif, menyenangkan dan dapat mengembangkan keakraban pada anak. Selain itu, Russ (2004) berpendapat bahwa permainan menjadi bagian inti pada proses konseling. Penggunaan permainan dalam konseling dan pengembangan anak merupakan penghargaan besar terhadap tradisi psikoanalitik. Sementara itu, pada pendekatan terapi yang berpusat pada anak, permainan juga telah lama digunakan sebagai media terapi. Menurut Russ (2004) Axline yang menggunakan pendekatan non-direktif telah menjadikan permainan sebagai bentuk utama dalam menjalin komunikasi dengan anak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa permainan merupakan media yang menjembatani konselor agar dapat memahami dan berempati pada persoalan-persoalan anak.
Konseling Permainan Kelompok yang berpusat pada anak merupakan sebuah perjalanan eksplorasi bagi diri anak-anak dalam rangka menemukan sumber permasalahan untuk dipecahkan. Model Konseling yang dikembangkan oleh Carl Rogers dan diadaptasi oleh Virginia Axline menurut Homeyer (1999) terfokus pada penyediaan lingkungan yang mendukung anak untuk meraih potensi utuh mereka. Para konselor menaruh perhatian bukan pada masalah anak, tapi pada anak itu sendiri. Mereka tidak memfokuskan pada pengarahan proses konseling, tetapi memfasilitasi proses yang akan membuat setiap diri anak menaruh kepercayaan pada konselornya. Ini merupakan perjalanan mengeksplorasi dan menemukan diri sendiri.
Konseling kelompok melalui permainan merupakan prosedur terapi yang melibatkan hubungan interpersonal yang dinamis antara konselor dan anak, yang dibangun melalui permainan, sehingga dapat menciptakan hubungan yang memungkinkan bagi anak untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan dirinya. Asumsi yang mendasari penggunaan konseling melalui permainan ialah bermain merupakan cara alamiah anak untuk mengekpresikan kebutuhan, serta melalui bermain pula anak secara simbolis dapat mencoba mengatasi ketakutan dan trauma yang mereka alami.