Kota Bogor (ANTARA) - Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor, Jawa Barat, Detia Tri Yunandar menyatakan bahwa petani milenial tak lagi konvensional dalam menggeluti pertanian sebagaimana petani umumnya, melainkan telah mengubah pola pikir mereka dengan berbagai inovasi yang banyak memberikan nilai tambah hasil pertanian.
"Pertanian ke depan adalah menggunakan teknologi tinggi, menerapkan segala hal dengan internet (internet of things) berbasis IT sejalan perkembangan saat ini sudah memasuki era industri 4.0 serba digital dan berbasis internet,” ujarnya dalam keterangan dari Polbangtan Bogor, Rabu.
Saat menyelenggarakan Forum Pertanian Milenial (Millennial Agriculture Forum) secara hibrid pada Sabtu (2/10) lalu, misalnya, dihadirkan petani milenial asal Kudus, Jawa Tengah, Stefanus Rangga Santoso (27).
Rangga yang berlatar belakang pendidikan desain interior, menjelma menjadi petani muda yang sukses setelah menerapkan budidaya buah melon pada rumah tanam pintar (smart green house) dengan omset Rp148 juta-Rp160 juta per 20 hari.
Rangga mengelola 1,3 hektare lahan yang diberi nama Laguna Greenhouse, mendirikan 18 rumah tanam dengan populasi 1.400-1.800 tanaman melon secara hidroponik per rumah tanam.
Ia menerapkan manajemen internet untuk segala (IoT) atau terkoneksi pada jaringan internet dalam berbudi daya. Rangga tak menggunakan pestisida. Dengan IT, dia dapat mengikuti perkembangan buah melon yang ditanamnya, jika kandungan nutrisi berubah, terjadi kebocoran, suhu, atau kelembaban di rumah tanam tidak sesuai, alat akan menghubungkan pada ponsel pintar operator untuk segera memperbaiki masalah.
Rangga telah mendirikan CV Santoso Agro dan memiliki puluhan karyawan, mampu memasok melon premium dengan kapasitas produksi 3,7 ton-4 ton melon per 20 hari dengan omzet Rp148 juta-Rp160 juta per 20 hari.
Selain melon, dia mulai mengembangkan tanaman bawang merah dan durian.
Detia Tri Yunandar menjelaskan melalui Millennial Agriculture Forum (MAF), Kementerian Pertanian mencoba memberikan wawasan kepada para milenial serta mendorong dan menarik minat milenial untuk memanfaatkan peluang dan berani berbisnis hortikultura dengan menggunakan rumah tanam cerdas (smart green house).
"Kami mengajak milenial untuk mengubah mindset, bahwa pertanian tidak lagi konvensional," katanya.
Selain Rangga, pada MAF tersebut juga dihadirkan narasumber Netti Tinaprilla selaku akademisi dan Duta Petani Milenial Hendra Hidayat untuk membuka wawasan generasi milenial bahwa sektor pertanian adalah sektor menjanjikan.
Mengenai rumah tanam pintar, Detia Tri Yunandar menyampaikan penilaian Menteri Pertaniana Syahrul Yasin Limpo bahwa smart green house adalah cermin dari implementasi pertanian modern dengan mengedepankan basis teknologi kecerdasan buatan (AI, artificial intelligent).
Disebutkan bahwa untuk membuat sektor pertanian maju, harus diintervensi oleh kemajuan dan perkembangan teknologi modern. Pertanian tidak bisa diolah lagi dengan cara tradisional yang memakan biaya, waktu, tenaga dan juga pikiran. Tidak bisa mencoba dengan peradaban yang lalu.
Rumah tanam pintar (smart green house) adalah metode hidroponik yang bisa dikendalikan secara otomatis berdasarkan sensor jarak jauh hanya dengan menggunakan telepon pintar berbasis android. Sistem ini ramah lingkungan yang bisa mengendalikan kelembaban, suhu, nutrisi dan cuaca. Dengan begitu budidaya kita akan jauh lebih optimal.
Sementara itu Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa smart green house adalah inovasi terbaru yang mampu mengendalikan suhu microclimate pada sebuah lahan pertanian modern.
Penggunaan manajemen rumah tanam pintar ini diyakini dapat menghasilkan produksi pangan berkualitas yang berbasis pada konsumsi dalam negeri serta peningkatan ekspor.
Baca juga: Petani milenial Bandung bidang kehutanan mulai budi daya jamur
Baca juga: Regenerasi petani muda mulai terlihat, sebut Kementan
Baca juga: Pemkab Kuningan gandeng petani milenial kembangkan pemasaran